Kala Hujan Jadi Bencana
Oleh Ibn Ghifarie
Musim hujan telah tiba. Di bagian dunia yang lain hujan merupakan berkat alam karena membasahi bumi dengan air yang menghidupkan. Di Indonesia, sebagian wilayah menikmati juga hujan sebagai berkat. Tetapi bagi sebagian besar wilayah ini hujan adalah bencana.
Karena itu, ketika musim hujan datang, datang pula malapetaka. Beberapa hari yang lalu 18 warga terkubur di Solok, Sumatra Barat (18/12), karena tanah longsor setelah hujan mengguyur. Di beberapa bagian Pulau Jawa hujan yang disertai angin puting beliung merontokkan rumah-rumah warga.
Di hari-hari mendatang selama musim hujan akan semakin pasti datangnya berita tentang bencana dalam berbagai wujud. Banjir, longsor, topan, gempa, tsunami, gagal panen dan sebagainya.
Musim bencana kali ini rupanya berawal dari Sumatra. Setelah longsor di Solok Senin malam, Pulau Sumatra diguncang gempa kuat. Sejumlah warga meninggal dan ratusan bangunan ambruk. Belum diketahui apakah gempa yang berpusat di Aceh dan Sumatra Barat itu berkaitan dengan datangnya musim hujan. (Media Indonesia, 19/12)
Lagi-lagi bencana terus silih berganti. Satu daerah korban keganasan alam belum selesai saat rekontruksi dan relokasi warga, nyatnya di belahan yang lain alam menunjukan ke kuatannya. Hingga negara Indonesia di buatnya kalangkabut dan berkali-kali menangis.
Mencermati maraknya bencana yang terus menerus mendera Bumi pertiwi, semuanya disebabkan keperkasaan alam, memang sungguh tidak bisa dicegah. Topan, tanah longsor, banjir, dan gempa bumi, misalnya, tidak mampu dihalangi manusia dengan teknologi apa pun.
Tak hanya itu, menegemen bencana pun hanya sebatas wacana semata. Padahal, alat cangih atau sistem peringatan sejak dini yang dapat mendeteksi malapetaka dalam kasus letusan gunung merapi, angin topan, tanah longsor dan gempa tsunami sangatlah di perlukan. Haruskah kehadiran sistem peringatan dini di tebus dengan beribu nyawa manusia tak berdosa?
Meskipun manusia tak dapat mencegah datangnya peristiwa tersebut. Namun, paling tidak, memiliki kemampuan untuk mengurangi dampak dari bencana.
Sudah tentu, semua kemurkaan alam itu berawal dari ulah tanagn lamim manusia dan kesombongannya. Hingga merusak sekaligus merauk keuntungan dari tatanan jagat raya ini.
Thus, buanglah sampah pada tempatnya dan mari melestarikan lingkungasn sekiranya. Tak lagi guna mencegah peristiwa yang tak di inginkan. Apalagi dengan tibanya musim hujan di penghujung tahun. Pasalnya, haruskah datangnya musih hujan berubah menjadi bencana? [Ibn Ghifarie]
Cag Rampes, Pojok Sekre Kere, 19/12;08.25 wib
Oleh Ibn Ghifarie
Musim hujan telah tiba. Di bagian dunia yang lain hujan merupakan berkat alam karena membasahi bumi dengan air yang menghidupkan. Di Indonesia, sebagian wilayah menikmati juga hujan sebagai berkat. Tetapi bagi sebagian besar wilayah ini hujan adalah bencana.
Karena itu, ketika musim hujan datang, datang pula malapetaka. Beberapa hari yang lalu 18 warga terkubur di Solok, Sumatra Barat (18/12), karena tanah longsor setelah hujan mengguyur. Di beberapa bagian Pulau Jawa hujan yang disertai angin puting beliung merontokkan rumah-rumah warga.
Di hari-hari mendatang selama musim hujan akan semakin pasti datangnya berita tentang bencana dalam berbagai wujud. Banjir, longsor, topan, gempa, tsunami, gagal panen dan sebagainya.
Musim bencana kali ini rupanya berawal dari Sumatra. Setelah longsor di Solok Senin malam, Pulau Sumatra diguncang gempa kuat. Sejumlah warga meninggal dan ratusan bangunan ambruk. Belum diketahui apakah gempa yang berpusat di Aceh dan Sumatra Barat itu berkaitan dengan datangnya musim hujan. (Media Indonesia, 19/12)
Lagi-lagi bencana terus silih berganti. Satu daerah korban keganasan alam belum selesai saat rekontruksi dan relokasi warga, nyatnya di belahan yang lain alam menunjukan ke kuatannya. Hingga negara Indonesia di buatnya kalangkabut dan berkali-kali menangis.
Mencermati maraknya bencana yang terus menerus mendera Bumi pertiwi, semuanya disebabkan keperkasaan alam, memang sungguh tidak bisa dicegah. Topan, tanah longsor, banjir, dan gempa bumi, misalnya, tidak mampu dihalangi manusia dengan teknologi apa pun.
Tak hanya itu, menegemen bencana pun hanya sebatas wacana semata. Padahal, alat cangih atau sistem peringatan sejak dini yang dapat mendeteksi malapetaka dalam kasus letusan gunung merapi, angin topan, tanah longsor dan gempa tsunami sangatlah di perlukan. Haruskah kehadiran sistem peringatan dini di tebus dengan beribu nyawa manusia tak berdosa?
Meskipun manusia tak dapat mencegah datangnya peristiwa tersebut. Namun, paling tidak, memiliki kemampuan untuk mengurangi dampak dari bencana.
Sudah tentu, semua kemurkaan alam itu berawal dari ulah tanagn lamim manusia dan kesombongannya. Hingga merusak sekaligus merauk keuntungan dari tatanan jagat raya ini.
Thus, buanglah sampah pada tempatnya dan mari melestarikan lingkungasn sekiranya. Tak lagi guna mencegah peristiwa yang tak di inginkan. Apalagi dengan tibanya musim hujan di penghujung tahun. Pasalnya, haruskah datangnya musih hujan berubah menjadi bencana? [Ibn Ghifarie]
Cag Rampes, Pojok Sekre Kere, 19/12;08.25 wib