Rektor UIN di Pilih Senat; Kemunduran Besar Bagi Universitas
Oleh Ibn Ghifarie
Oleh Ibn Ghifarie
Perubahan status IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Sunana Gunung Djati (SGD) Bandung menjadi UIN (Universitas Islam Negeri) berdampak pada pemilihan Rektor baru yang diserahkan kepada 47 Anggota Senat. Bahkan sebagian civitas akademik menilai mekanisme ini sebagai satu kemunduran dari UIN. Pasalnya, ditengah-tengah derasnya arus demokrasi dan otonomi daerah. Maka dalam pemilihan pemimpin pula mestinya memakai sistem langsung dengan jargon dari, oleh dan untuk rakyat.
Tengok saja, saat pemilihan Pilpres (pemilihan Presiden dan Wakil Presiden), Gubernur, Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah).
Kini, UIN malah melanggengkan budaya perwakilan. Hingga membandingkan dengan Unpad dan ITB dalam pemilihan Rektor yang kadung memakain sistem senator. Tentunya, menjadi hal yang biasa.
“Kalau di perguruan tinggi lain seperti Unpad dan ITB, pemilihan rektor oleh senat sudah hal biasa. Bahkan, di Malaysia dan negara-negara Eropa pemilihan rektor oleh lima guru besar senior,” papar Prof. Drs. H. Pupuh Fathurrahman, Sekretaris Senat UIN SGD.
Bila waktu pemilihan rektor tahun 2004 lalu mekanismenya diserahkan kepada dosen dan mahasiswa, sehingga mereka ikut memilih rektor. “Kalau bicara demokratis, maka pemilihan rektor yang melibatkan dosen dan mahasiswa adalah demokratis. Tapi, sering terjadi konflik di antara dosen maupun mahasiswa karena masing-masing memiliki jago yang didukungnya,” jelasnya
Padahal, mahasiswa bersifat sementara karena setiap tahun berubah jumlah baik mahasiswa baru maupun lama. “Mahasiswa bersifat temporer sehingga wajar Menag menetapkan pemilihan rektor UIN oleh senat universitas,” tambahnya.
Menurutnya, agenda pemilihan, tahun 2007 ini sudah harus terpilih rektor baru UIN SGD. Bisa saja pemilihan rektor pada bulan Juni atau maksimal Desember.
Menyoal pemilihan rektor via senator. Salah satu mahasiswa angkat bicara, `Waduh ini sudah ketinggalan zaman. Orang lain pada memakai sisitem pemilihan langsung. Ini malah memakai perwakilan. Kan satu kemunduran besar bagi UIN, kata aktivis pergerakan yang tak mau disebutkan namanya.
`Ini sudah terjadi pemberangusan besar-besaran sekaligus mencoreng ruang demokrasi. Sudah jelas-jelas DPR (Dibawah pohon Rindang-red) tak boleh dipakai kegiatan mahasiswa, Pelataran Rektorat juga beralih fungsi menjadi taman dan samping Auditorium berubah menjadi arena parkin. Eh..malah dalam hal pemilihan Rektor pun mahasiswa, dosen tak dilibatkan. Sunggung keterlalauan dan sangat mundur sekali,` jelasnya.
`Apa yang dibanggakan dengan UIN, fasilitas masih kaya dulu dan tetap tak berubah. Paling Cuma ganti chesing saja. Bahkan ada beberapa Fakultas (Psikologi dan Saintekh-red) yang tidak mempunyai ruang belajar mengajar tetap. Ini sunguh memalukan. Katanya, sudah Universitas. Sekali lagi, ini satu kemunduran, tambahnya.
Lain hanya dengan Dani, mahasiswa Fakultas Tarbiyyah dan Pendidikan `Ah tak begitu peduli dengan pemilihan Rektor mau langsung atau melalui senat tak peduli amat, yang penting bagi saya kuliah beres dan dapat kerja sesudah keluar dari kampus,` cetusnya.
`Dan mereka biasnya tak mau membantu saya. Coba jika nilai jelek, tetap saja saya harus mengulang mata kuliah. Bahkan terkadang mereka tak mau tau dengan persoalanku kalau sudah menjadi pemimpin, tetap saja masyarakat kecil yang tertindas,` paparnya.
`Yang jelas tak berefek apapaun. Malah bikin pertengkaran di tingkatan mahasiswa karena mendukung satu calon,` tegasnya.
`Wah. Mamaenya teu adil atu kitumah. Keurmah mahasiswa teh kaluper tak tau informasi tentang UIN di tambah dengan ketidak tauan pemilihan rektor, bakal muncul presepsi prsepsi buruk. Maka dari itu disebut tak adil ` kata Dzarin mahasiswa jurnalistik.
Menurutnya, `Keur mah UIN banyak dilanda masalah. Baru aja kemaren masalah anak uang praktek (sebesar Rp. 3000-9000,00-red) belum selesai. Bade nambih masalah deui.`
Selain itu, `saya yakin 100% mahasiswanya juga tak tau menahu tentang perkembangan UIN. Salah satunya, saat Dies Natalis tiba (09/04) mahasiswa tak mau tau.`
Meski begitu, kita tetap harus memberikan informasi itu ke mahasiswa lain. `Makana urang ngabangun FS (friendster-red) UIN, Link dan web jurusan teh ngarah arapal informasi,`
Hingga hari ini terdapat dua nama calon Rektor periode 2007-2011 yakni Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir (Rektor sekarang) dan Prof. Dr. H. Rahmat Syafei (Pembantu Rektor I).
Namun, ketika Nanat Fatah Natsir ditanya masalah pemilihan rektor tak mau memberikan komentar panjang termasuk rencana maju kembali sebagai calon rektor.
`Pemilihan rektor masih lama kurang lebih bulan Juni nanti, sehingga belum perlu dibesar-besarkan. Saya belum memutuskan mau maju dalam bursa pemilihan atau tidak,` tegasnya.
Nyatanya peralihan IAIN menjadi UIN di akhir kepengurusan pemimpin Nanat Fatah Natsir sekaligus mencari Rektor baru, tak selamanya dibarengi dengan tradisi baru dan semangat baru. Malah terkesan meninggalkan sistem lama yang telah dibiman. Akhirnya asfirasi mahasiswa pun harus rela ditanggalkan melalui Senat. [Ibn Ghifarie]
Cag Rampes, Pojok Sekre Kere, 17/04;12.34 wib