Mempelajari Kepemimpinan “Tao”
Oleh IBN GHIFARIE
(Artikel ini dimuat pada Opini Pikiran Rakyat edisi 02 Februari 2011)
Oleh IBN GHIFARIE
(Artikel ini dimuat pada Opini Pikiran Rakyat edisi 02 Februari 2011)
Berdirinya rumah pengaduan kebohongan publik di Maarif Instutute, Jakarta Selatan merupakan keseriusan Badan Pekerja Gerakan Tokoh Lintas Agama yang menjadikan tahun 2011 sebagai momentum peperang melawan kebohongan publik pasca digelarnya diskusi dan dengar pendapat publik. Peristiwa itu Pertama, digelar di gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Senin (10/1). Kedua, di Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Jumat (14/1).
Meski 19 kebohongan (8 lama dan 8 baru) yang disuarakan tokoh lintas agama ini mendapatkan respon dari pemerintah SBY dengan digelarnya pertemuan Presiden SBY-Tokoh Lintas Agama di Istana Negara Senin (17/1) tidak menghasilkan kesepakan apa-apa kecuali berkumpul santai semata dan menggelar petemuan lanjutan. (”PR”, 18/1)
Memudarnya tradisi antikritik di bumi persada (pemimpin) ini menunjukan bangsa Indonesia bangga dalam melakukan kehilafan. Seolah-olah tidak marasa bersalah dan malu bila melakukan perbuatan lalim. Alhasil, popularitas SBY pun kian anjlok, seperti dirilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tanggal 6 Januari 2011. Hasil Survei terakhir pada 18-30 Desesember 2010 dan menggunakan sampel sekira 1.229 responden melalui wawancara tatap muka menunjukan penurunan yang paling buruk. (www.lsi.or.id)
Kuatnya gerakan moral tokoh lintasa agama untuk tetap menyuarakan nurani masyarakat bawah (grass roots) memberikan inspirasi positif terhadap 100 tokoh pergerakan yang menjadikan tahun 2011 sebagai tahun kebenaran.
Adakah pelajaran yang bisa petik dari pergantian Hari Raya Tahun China (Xin Nian) yang diperingati setiap tanggal 1 Imlek (2562) dengan sio Kelinci unsur logam polar Yin yang jatuh pada tanggal 3 Februari 2011 di tengah-tengah kepemimpinan bangsa yang kian tertutup dan antikritik ini?
Penanggalan Kongzi
Adalah Kongzi, Khongcu atau Confucius hidup pada jaman Dinasti Zhou (551-479 SM). Kala itu, ia menganjurkan agar Dinasti Zhou kembali menggunakan Kalender Xia, sebab tahun barunya jatuh pada musim semi, sehingga cocok dijadikan pedoman bercocok tanam.
Namun nasihat ini baru dilaksanakan Han Wu Di dari Dinasti Han (140-86 sM) pada 104 SM. Semenjak itulah Kalender Xia dipakai. Kini dikenal dengan sebagai Kalender Imlek.
Upaya penghormatan kepada Kongzi, perhitungan tahun pertama Kalender Imlek ditetapkan oleh Han Wu Di dihitung sejak kelahiran Kongzi, yaitu sejak tahun 551 SM. Itulah sebabnya Kalender Imlek lebih awal 551 tahun ketimbang Kalender Masehi. Jika sekarang Kalender Masehi bertahunkan 2011, maka Kalender Imlek bertahunkan 2011+551=2562.
Pada saat bersamaan agama Khonghucu (Ru Jiao) ditetapkan Han Wu Di sebagai agama negara. Sejak saat itu penanggalan Imlek juga dikenal sebagai Kongli (Penanggalan Kongzi).
Kebaikan Nabi Kongzi tu, termaktub dalam Kitab Tiong Yong (XXX : 4)/Zhong Yong, “Maka gema namanya meliput seluruh Tiongkok, terberita sampai ke tempat Bangsa Ban/Man, dan Bek/Mo, sampai kemana saja perahu dan kereta dapat mencapainya, tenaga manusia dapat menempuhnya, yang dinaungi langit, yang didukung bumi, yang disinari matahari dan bulan, yang ditimpa salju dan embun, semua makhluk yang berdarah dan bernafas, tiada yang tidak menjunjung dan mencintaiNya.” (www.matakin-indonesia.org)
Kepemimpinan “Tao”
Umat Khonghucu menyakini manusia adalah pemberian dari langit, maka kekaisaran China sering disebut sebagai putra surgawi. Ia mewakili kekuatan-kekuatan alam yang memerintah dunia.
Dengan demikian, para pemimpin penguasa dan orang-orang bijaksana perlu mempelajari pelaku alam yang memiliki kemampuan pemimpin manusia ke jalan yang terbaik sesuai dengan keselarasan alam (harmoni cosmos).
Seorang yang mempelajari Tao umpamanya berusaha mempelajari perilaku air, salah satu benda alam yang paling banyak menarik perhatian penganut Tao. Seorang pemimpin dapat menarik ibarat dari perilaku air yang selalu bergerak tapi diam-diam yang tampaknya lembek sekaligus memiliki kekuatan yang dahsat; mampu menyesuaikan diri di mana pun tetapi sebenarnya mengalir ke tujuan akhir. Air memberi gambaran dari satu perinsip Tao yang disebut Wu-wei, suatu pengertian yang sulit dimengerti kecuali dengan melihat suatu contoh atau ibarat seperti yang dapat dilihat dari perilaku air.
Wu-wei dalam ajaran Tao adalah sauatu cara yang mengandung kekuatan tapi pengertiannya sulit untuk dijelaskan dan karena itu diterangkan dengan amsal, misalnya bayi yang tak berdaya tapi mempu mendominasi perhatian selurh keluarga. Air yang lembut dan tenang tapi mampu mengikis batu karang atau lebah yang rendah tapi lebih mempu menahan angin dari gununung.
Nabi agama Tao Lao-tze mengakui ihwal ajaran-ajaran yang disampaikan itu sulit dijalankan. Walaupun mudah dimengerti karena secara harfiah mudah dipahami, misalnya dalam ungkapan “Kata-kata saya” kata Lao-tze “Sangat mudah untuk dipahami, tapi tak ada seorang pun yang mempu melaksanakannya. Perbuatan-perbuatan saya bersumber dari Tao”
Mari kita belajar arti kepemimpinan dari Tao Te Ching yang hanya berisikan lebih kurang 5.000 kata-kata bijak pada abad 5 SM ditulis ulang oleh John Heider. Ia mengawali tulisannya “Keberhasilan saya mempergunakan Tao telah membawa saya ke arah aplikasi yang lebih luas, terutama untuk kalangan generasi muda yang begitu tertarik kepada soal peranan kepemipinan dan manajemen sumber daya manusia yang canggih. Adaptasi ini saya percaya akan sangat berharga begi setiap orang yang menginginkan posisi kepemimpinan. Apakah itu di dalam keluarga, kelompok, gereja, sekolah, dalam administrasi bisnis, militer, politik maupun pemerintah”
Baginya, manuskrip itu bisa mempersatukan keterampilan memimpin dengan paham hidup pemimpin yang bersangkutan. Jalan yang ditempuh adalah melalui pekerjaan itu sendiri.
Sebagai metode kepemimpinan Tao menuntun seorang pemimpin mendidik orang lain sesuai dengan hukum-hukum alam. Ini merupakan cara (sikap) hidup bagi pemimpin itu sendiri yaitu tentang bagaimana hidup secara harmonis dengan alam. Apa yang disebut hukum-hukum alam dalam ajaran Tao ini tidak lain adalah tentang bagimana segala peristiwa itu terjadi.
“Manusia mengambil hukum dari bumi” kata Lao-tze “Dan bumi mengambil hukum dari langit dan langit mengambilnya dari Tao dan hukum Tao adalah apa yang terjadi itu”
Bila dibandingkan dengan para ahli fisika yang mempelajari hukum-hukum matematis yang berlaku di alam semesta. Metode Tao hanya mengambil ibarat saja, seolah-olah alam hanya memberi gambaran tentang perilaku yang patut dicontoh oleh manusia. Misalnya seorang pemimpin mengambil amsal dari sebuah danau di lembah;
“Dapatkah anda belajar untuk bersikap terbuka dan reseptif, tenang, seolah-olah memiliki hasrat atau tak ingin berbuat sesuatu? Keterbukaan dan reseptif disebut Yin, seperti wanita (lembah). Bayangkan di lembah itu ada danau. Bila tak ada kekhawatiran dan hasrat yang mengacaukan permukaan danau itu, maka airnya akan membentuk sebuah cermin yang sempurna. Dalam cermin itu, engau akan melihat pantulan Tao. Engkau akan melihat kehadiran Tuhan dan engkau akan melihat penciptaan. Pergilah ke lembah, tenanglah dan perhatikan danau itu. Pergilah sesering yang engkau suka. Kesunyian dalam dirimu akan tumbuh. Danau itu tak akan kering. Lembah, danau dan Tao akan bersemayam dalam dirimu”
Kata-kata di atas hanyalah sebuah adaptasi John Heider terhadap petuah Tao yang mengajarkan bagaimana seorang pemimpin bersikap terbuka. “Celakalah para pemimpin yang tidak memahami ayat-ayat Tao di atas”
Untuk menjadi pemimpin yang bijaksana seseorang harus bisa belajar dari air. Tanpa membeda-bedakan dan tanpa penilaian. Air itu membasuh dan menyegarkan segala sesuatu. Dengan bebasnya dan tanpa rasa takut. Air itu bergerak di bawah permukaan; cair, lentur dan kerena itu responsif; mengikuti hukum dengan rasa bebabas dan merdeka.
Seorang pemimpin itu tanpa mengeluh (soal gaji Presiden yang hampir 7 tahun tidak pernah naik) bekerja dengan siapa pun dan menghadapi masalah apa pun; memberi dan bukan menarik manfaat; berbicara sederhana dan jujur. Ia hanya melakukan intervensi untuk menjelaskan sesuatu dan menciptakan harmoni. Dengan belajar perilaku air, (timing) pemilihan waktu itu penting dalam melakukan sesuatu tindakan. Sebagaimana air seorang pemimpin harus mampu menghasilkan sesuatu. Ia tidak boleh memaksa dan jangan sampai anak buah itu membangkang justru karena didorong.
Bagi orang yang ingin menjadi pemimpin yang bijaksana Tao mengajarkan; Pertama, Belajarlah memimpin dengan mengmbangkan. Kedua, Belajarlah memimpin tanpa niat menguasai orang. Ketiga, Belajarlah memberi tanpa mengambil manfaat. Keempat, Belajarlah memimpin tanpa memaksa. (Jurnal Uluml Qur’an No 3 Vol 1 1989/1410 H)
Konfucius pun mengikuti Dao (Tao) tetapi berbeda dari Lao-tzu, ia menekankan pentingnya kehidupan bermasyarakat. Manusia dalam kenyataannya selalu hidup bersama dengan manusia lain. Alam telah menempatkan manusia dalam sebuah kehidupan sosial. Oleh karena itu, kehidupan bermasyarakat menjadi bagian penting dari hidup manusia. Konfucius menekankan seorang manusia dalam hubungannya dengan manusia lain harus mengikuti tatacara kehidupan yang telah dibangun oleh para orang bijak kuno sesuai dengan tatacara alam (Dao).
Dalam kitab Mengzi (Mengsius) dituliskan petunjuk bagi manusia: “Tinggal di dalam rumah besar dunia ini, mempertahankan posisi yang betul dalam dunia, dan mengikuti Dao yang agung dari dunia ini.” Semua perilaku manusia harus merujuk kepada alam yang telah miliaran tahun menata diri dalam harmoni. Alam pun telah menunjukkan apa itu pemimpin dan bagaimana ia harus berperilaku. (www.bagustakwin.multiply.com)
Kiranya, petuah Rasul Tuntunlah ilmu. Walau sampai ke negeri China layak kita dengungkan. Bagi M Dawam Rahardjo dari China kita bisa memungut hikmah kepemimpinan melalui hikayat Tao Te Ching.
Inilah salah satu pelajaran berharga yang bisa kita ambil dari kehadiran Imlek.Semoga tibanya tahun Kelinci ini para pemimpin bangsa ini semakin terbuka, arif, bijaksana dalam menghadapi persoalan kebangsaan, keumatan dan keindonesiaan. Selamat Hari Raya Imlek 2562. Gong Xi Fa Cai.
IBN GHIFARIE, Mahasiswa Pascasarjana UIN SGD Bandung program Religious Studies dan bergiat di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung.