-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Tulisan (5)

Wednesday, August 30, 2006 | August 30, 2006 WIB Last Updated 2006-08-31T02:28:21Z
Komoditi itu bernama Pendidikan
Oleh Ibn Ghifarie

Hari pertama masuk tahun ajaran 2006/2007 di warnai aksi. Sejumlah orang tua siswa di Maluku Tengah melakukan aksi penyegelan sekolah, bahkan pintu gerbang sekolah nyaris roboh. Konon, perlakuaan ganjil yang di motori oleh Wali murid itu berawal dari ketidak lulusan anak didik mereka yang melanjutkan sekolah di SMA tersebut.

Di lain pihak, kepala Sekolah menyesalkan perbuatan onar tersebut. Pasalnya, jelas-jelas anak mereka tak di terima di sekolah, sebab tak memenuhi standar yang telah ditetapkan pihak pendidik (Merto TV)

Di tengah-tengah krisis yang akut dan kuatnya arus gelobalisasi. Mestinya pendidkan menjadi modal utama dalam mencerdaskan bangsa. Sesuai dengan amanah UUD 45 alokasi dana buat pendidikan sekira 20%. Kini, Pendidikan pun harus ditebus dengan biaya yang mahal. Seolah-olah kita mengamini pernyataan Eko Prasetio 'Orang miskin di larang sekolah'. Apalagi beberapa pekan kebelakang hasil ujian nasional (UN) anak didik cukup memperihatinkan. Mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Pendidkan Pertama (SLTP), sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).

Tak berhenti sampai di sini saja, pemandangan tauran antar pelajar pun kian semarak. Bahkan, tingkatan mahasiswa pula acapkali akrab dengan suasana tauran antar fakultas atau universitas. Padahal, generasi muda merupakan kelompok intelektual yang bertanggungjawab dan tak mudah terkooptase oleh pemerintah. Sabut saja, yang terjadi di Universitas Negeri Makasar (UNM) (13/06) seperti yang dilansir Televisi Swasta, bentrokan antar mahasiswa dengan pihak Rektorat di picu dari kenaikan SPP dan tak diikutsertakan perwakilan mahasiswa dalam mengambil kebijakan dan keputusan. Semula 3.00.000,00-menjadi 6.750.00,00-.

Tentunya, perbuatan tak mencerminkan kaum tercerahkan itu sunguh menyulut citra buruk pendidikan bangsa Indonesia.

Ironis. Sungguh ironis. Di saat luka membasuhi muka muram pendidikan. Pemerintah melalui Mentri Pendidikan, Bambang Sudibyo malah asik-asik mengeluarkan program baru bernama 'Siaran pendidikan di seluruh Indonesia via telekompren' (TV Swata 17/06).

Ia menjelaskan, terselenggaranya kegiatan itu tak lain guna pemerataan pendidikan dan supaya mudah diakses oleh masyarakat pinggiran sekalipun, tegasnya.

Dengan demikian, pendidikan menjadi komoditi bagi para pemodal. Alih-alih standar mencerdaskan bangsa melalui kurikulum berbasis kompetensi. Nytanya KBK tak selamanya membuahkan hasil memuaskan. Malah jauh lebih buruk. Lihat saja, saat penerimaan siswa di Jakarta, sekolah SMA 38 tak meluluskan sisiwa berizazah KBK (RCTI 08/06). Pasalnya, ungkap Kepala sekolah Murid itu tak memenuhi standar kelulusan yang telah ditetapkan oleh sekolah, ujarnya.

'selama mengemban amanah mulia sebagai kepala sekolah saya belum pernah mendapatkan acuan apalagi standar KBK tersebut, menambahkan.

Lepas dari sederetan peristiwa yang memilukan itu, paling tidak pendidikan telah menjadi barang langka bagi kaum lemah. Petuah Nabi SAW pun mengenai wajibnya menggali ilmu dari buaian sampai lianglahat. Nyatanya, hanya menjadi dalih pelipur lara bagi kelompok tertindas saat ditindas oleh pengausa zalim. [Ibn Ghifarie]

cah ah rampes (Pojok PusInfoKomp, 17.06;22.00 wib)
×
Berita Terbaru Update