-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Guratan (18)

Friday, October 06, 2006 | October 06, 2006 WIB Last Updated 2006-10-06T21:42:15Z
Haruskah Upacara Bakar Batu dan Babi Jadi Tumbal
Oleh Ibn Ghifarie
Quote:
Originally posted by Sulthonie+-->
QUOTE(Sulthonie)

Perang suku di Mimika Papua memang bukan hal baru. Bagi sebagian warga Papua, perang suku menjadi wadah untuk mengekspresikan heroisme kelompok. Tanpa perang, kebesaran nama suku tidak akan dipandang suku-suku lainnya. Mereka akan dianggap lemah dan tidak memiliki harga diri di mata suku lain.
Selain itu, pertempuran buat mereka bermakna kesuburan dan kesejahteraan. Bila tak ada perang, ternak babi dan hasil pertanian tidak dapat berkembang. Pemicu perang tak harus terkait dengan perebutan kekuasaan wilayah. Hal-hal kecil dan sepele pun bisa menyulut perang antarsuku.
Baku hantam antara suku Dani dan Damal di Mimika yang terjadi sejak Sabtu (22/7) lalu telah menelan sembilan korban jiwa. Lima dari suku Dani dan empat dari suku Damal. Upaya perdamaian masih gagal dilakukan. Sebab, adat mewajibkan selama jumlah korban belum berimbang, mereka harus tetap berperang. Agresivitas budaya lokal memang bukan hanya milik Papua. Carok massal pecah di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, pertengahan bulan ini. Perkelahian massal gaya Madura yang dipicu sengketa tanah itu, menewaskan tujuh orang. (Media Indonesia 28/07)

Kini, pameo budaya lokal menjadi bagian dari keunikan dalam kebinekaan nyaris hilang, bahkan terkesan tak jelas lagi sisi kearifan lokannya. Padahal, tradisi merupakan kekayaan yang tak ternilai harganya sekaligus kebanggaan khazanah Indonesia. Artinya ada banyak kebiasaan lokal yang dikagumi baik oleh pemerintah setempat, pusat sampai masyarakat internasional.
Namun di sisi lain, banyak pula budaya lokal yang masih syarat dengan memelihara sekaligus melanggengkan dan mengagungkan tradisi kebrutalan dan kekerasan. Perang suku di Mimika, Papua, adalah salah satu contohnya. Lantas apa yang salah dengan mereka?...

Bisa jadi ini juga termasuk karakter budaya lokal :roll:

Sulthonie.[/b][/quote]

Ya bisa saja, tapi haruskah upacara bakar batu dan babi itu menjadi tumbal dalam upaya perdamaian. Apalagi syaratnya terwujudnya ritual tersebut, manakala kedua belak pihak seimbang dalam mengqishs pembunuhan beberapa pekan lalu.

Padahal sampai hari ini (01/09), perkelahian antar suku itu mencuat kembali, bahkan lebih ganas dan bengis, seperti yang dilansir oleh Metro (01/09). Jika benar hal itu merupakan karakter budaya lokal, maka apa artinya tradisi tersebut. Sampai kapankah kita melanggengkan kebiasaan tersebut? Entahlah...[Ibn Ghifarie]

Cag Rampes, Pojok PusInfoKomp 01/09;23.24 wib
×
Berita Terbaru Update