-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kitab (13)

Monday, February 12, 2007 | February 12, 2007 WIB Last Updated 2007-02-13T01:36:44Z

Yang Penting Murah...!!

Oleh Ibn Ghifarie


`Leudz, ari buku paririmbona diduruk. Tapi naha ari pas waktuna neangan anak leungit ka Dukun,` ungkap Pradewi Chatami, aktivis perempuan Bandung.

`Nyageurkeunana ge angger ka Dukun,` tambahnya.

Lontaran kata-kata itu, tentu saja menghentakan perasaanku. Pasalnya, aku sedang terbuai dalam untayan kata-kata Kejamnya Dunia (Trans, 08/02). Semula tak ada jawaban dariku. Kecuali anggukan kepala sebagai pertanda membenarkan anggapan masyarakat. Sejurus kemudian, ngobrol maraknya dimensi mistis di layar kaca mulai merambah kesana-kemari bak kentut saja. Hingga ke hakikat pemaknaan hidup.

Bayangkan, semula kita enggan dikategorikan sebagai kelompok pinggiran. Tentunya akrab dengan nuansa mistik, elmu-elmu hitam dan tak rasional. Namun, pada kenyatanya kita malah akrab sekaligus melanggengkan warisan Nenek Moyang. Salah satunya, bila kita terkena musibah bukan di bawa ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit, tapi malah di angkut ke embah Dukun. Seperti yang dialami oleh Pria paruh baya dalam penggelan kisah tragis manusia.

Alkisah, di satu daerah terpencil terdapat keluarga bahagia dengan jumlah anak 3 orang. Sebut saja, Eko semula Ia hidup normal dan menjalakan aktivitasnya. Tentunya, ramah akrab, riang dan tak pernah membantah perintah kedua orang tuanya.Namun, tiba-tiba ia berubah total menjadi pemurung, malas, tidur pekerjaanya. Sekedar makan saja rasanya susah dan sulit memang.

Perilaku tak bersahabat itu berjalan sampai tiga bulan. Hingga satu hari Ia berani memukul Ibunya. Sampai mengeluarkan darah segar dari sekujur kepalanya. Ketidakjelasan asal muasal berani melakukan perbuatan lalim. Akhirnya, terjawab sudah mankala sang Bunda membersihkan tempat tidurnya dan menemukan kitab kuat ilmu hitam. Tanpa basa-basi dan berkomunikasi terlebig dahulu kepada Suaminya Ia membakar jangjawokan tersebut. Karena dalam pikiranya kibat inilah yang membuat buah hatinya menjadi waras.

Walhasil, pergi ke Embah pula menjadi harapan terakhir keluarganya. Sebab Eko tak pernah pulang ke rumah dan bisa mencapai beberapa bulan.

Ironis memang. Namun, inilah wajah muram masyarakat tak berpendidikan. Alih-alih murah dan tak punya biaya pun menjadi jurus pamungkas dalam menyehatkan segala penyakit ke Para Normal. Tentu saja, membuat miris sebagian kelompok.

Obrolan menjelang siang pun, mulai tak ramai, hingga satu persatu meninggalkan ruang Diskusi LPIK (Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman) Bandung. Terlebih lagi, saat kawan yang lain memangilnya 'Dahar, dahar, dahar euy. Sangu geus asak yeuh!'. Semuanya, sirna dihadapan tumpukan nasi putih dengan seonggok bala-bala Alakadarna. [Ibn Ghifarie]

Cag Rampes, Pojok Sekre Kere, 08/02;10.56 wib

×
Berita Terbaru Update