GENERASI MUDA BANGUN GERAKAN MAHASISWA UIN SGD BDG
Menanggapi tema di atas, Dudi Rustandi mengatakan bahwa kita mesti menengok kembali sejarah perjuangan pemuda (mahasiswa) , sebab mahasiswa merupakan tonggak sejarah bangsa. Selain itu, Pria kelahiran Garut ini lebih menitik beratkan pada bahaya “politisasi eksistensi”. Sambil mengutip ungkapan
Senada dengan Dudi Rustandi, Edi Rusyandi pun memaparkan bahwa kita harus belajar dari sejarah perjuangan pemuda (mahasiswa) guna memahami gerakan mahasiswa, katanya.
“Gerakan mahasiswa,” lanjutnya, “tidak dapat dipahami hanya dengan logika dan pendekatan linier yang terkadang menyempitkan makna serta menghilangkan kontek gerakan itu sendiri. Kontek yang dimaksud adalah dua kondisi yang saling terkait. pertama, kondisi subjektif, yakni sejumlah variabel yang melekat dengan kepentingan mahasiswa, pengakuan karena memiliki kelebihan-kelebihan tertentu. kedua, kondisi objektif, yakni kondisi-kondisi yang berada diluar diri dan secara signifikan mempengaruhi pemikiran, sikap dan tindakan,” ungkap mahasiswa PAI itu sambil membaca teks dari makalahnya.
Sedikit lebih klise dari kedua pembicara sebelumnya, Adam Ramula menjelaskan bahwa krisis yang terjadi didalam tubuh pergerakan mahasiswa itu disebabkan karena terkikisnya tindakan amar ma’ruf nahy munkar dalam bingkai jamaah, ujar alumnus ITB itu.
Ironisnya, di tengah-tengah kemelut yang melanda bangsa kita dan kuatnya laju pergerakan mahasiswa pasca reformasi yang kian hari semakin mencari identitas serta membangun kesadaran dan kesinergisan antara gerakan mahasiswa dalam memperjuangankan Islam, maka tidak ada cara lain, ungkap pentolan Gema Pembebasan itu, “selain mengganti sistem yang ada dengan sistem Islam melalui penegakan syariat Islam secara kaffah,”, tutur pria yang pakai kemeja itu.
Lebih lanjut Pria kelahiran Cicalenggka itu, menambahkan bahwa tahapan yang mesti di lalui guna tercapainya cita-cita yang mulia itu, yakni dengan menyamakan visi dan misi terlebih dahulu, katanya.
Dalam menyikapi gerakan mahasiswa bagi dedengkot PMII itu, tiada jalan keluar selain menjadikan Islam sebagai payung ideologi gerakan mahasiswa, ungkap mantan DLMJ PAI itu.
Tak berhenti sampai di sini saja, Pria kelahiran Garut itu mengurai kembali sejarah tempo dulu yang di komandoi oleh nabi Muhammad baik dalam wilayah sosial, ekomoni dan keyakinan. sungguh perubahan itu sangat signifikan, sambil mengutip Asgar Ali Engeering, secara paradigmatik merupakan jawaban konseftual-praksis atas problematika kehidupan umat manusia pada waktu itu, tegasnya.
Bagi sang nahkoda HMI itu, cara yang mesti ti lewati dalam membangun gerakan mahasiswa secara bersama tersebut yakni dengan cara menanggalkan jargon “politisasi eksistensialis itu, sehingga terciptanya gerakan mahasiswa yang ramah dan mengghargai perbedaan,” tutur mahasiswa KPI semester jebot itu.
Terlepas dari itu, mudah-mudahan dengan di adakannya diskusi publik ini “dapat menumbuhkan kesadaran kritis pada umat islam, bukan terjadinya gerakan-gerakan yang selalu utofis,” tutur Presma HPI ketika ditemui website UIN.
Sedangkan bagi Kurnia Wahyuddin selaku ketua pelaksana, harapan di selenggarakannya kegiatan tersebut semoga terciptanya ukhuwah islamiyyah di antara kita yang sempat bercerai-berai, bahkan acak-acakan, ungkap Pria kelahiran Banjaran itu. (Boelldzh)