-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

kitab (12)

Monday, February 12, 2007 | February 12, 2007 WIB Last Updated 2007-02-12T23:53:55Z
Menara Gading Pasca Bencana
Oleh Ibn Ghifarie

Musibah selalu datang menerpa, silih berganti tiada henti. Sehingga, mati menurut mereka lebih baik dariapada hidup. Karena itu, seandainya orang bisa memilih, tentunya lebih suka tidak pernah ada dan terlahir ke dunia fana ini. Terlebih pasca bencana lima tahunan.

Jalan pintas mengakhiri hidup pun terkadang menjadi alternatif. Terutama, bagi mereka yang terlanjur putus asa.

Tengok saja, seorang lelaki di Ciledug Tangerang, Eko (35) mengalami depresi berat, hingga terlontar kata-kata kotor berupa cacian, makian terhadap pemerintah yang dinilainya lamban dalam menolong korban bencana dan tak sigap dalam memeinilamisir musibah. Terlebih, satu-satunya tempat bernaung dari sengatan matahari dan dinginya udara di sapu banjir lima tahunan. (Headline Nesw, 09/02)

Namun, di lain sisi kaum berduit malah berlomba-lomba menyervis kendaraan bermotor yang rusak akibat terendam air. Hingga mereka nyaris melayangkan surat gugatan terhadap sang punya dailer. Pasalnya, asuransi mobil akibat banjir terkadang tak di golongkan asuransi. Sebab perbuatan naas itu termasuk ke dalam tindakan ceroboh ulah lalim pemilik kendaraan roda empat. (Good Morning, 12/02)

Kelihatanya aga aneh dan tak mungkin terjadi. Terlebih lagi, saat kaum tak berkecukupan kebingungan guna membangun kembali rumahnya yang tersapu air limbah dan meroketnya bahan bangunan. Tentunya, melengkapi penderitaan mereka.

Senyum, ketawa, dan pasrah pada nasib pun menjadi tumpuan mereka sambil menunggu keajaiban dari langit. Hanya itulah yang bisa dilakukan mereka.

Namun, pemandangan berbeda terpancar dari para pengusaha yang mempersoalkan gransi mobilnya. Inilah menara gading pasca bencana. Ironis memang. [Ibn Ghifarie]

Cag Rampes, pojok sekre Kere, 12/02;09.44 wib
×
Berita Terbaru Update