-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

kitab (20)

Friday, June 08, 2007 | June 08, 2007 WIB Last Updated 2008-01-30T20:56:28Z
Hari Raya Waisak; Hanya Nonton TV Saja
Oleh Ibn Ghifarie

Leudz, Naha beut teu miluan acara Waisakan. Pan biasana mah barudak PA (Perbandingan Agama. Kini, Studi Agama-Agama-red) tara pernah katinggaleun tina peringatan hari raya agama naon wae. Ieu kalah ngerem di dieu,`demikian ungkap salah satu kawanku.

`Angguran mah ulin. Ngencar geura. Eta bisi buruk panon. Ku sabab nonton berita wae,
` jelasnya.

Tak ayal, lontaran kata-kata itu, tentu saja menghentakan perasaanku. Pasalnya, aku sedang asyik nonton liputan Waisak di Candi Mendut, Borobudur (Jogyakarta) di Metro TV (01/06) sekaligus membuat catatan kecil tentang Hari Raya Waisak. Ya, semacam refleksi.

Semula tak ada jawaban dariku. Kecuali anggukan kepala sebagai pertanda membenarkan ikwal ketidak ikut sertaanku dalam perayaan Waisak kali ini.

Sejurus kemudian, ngobrol pergantian Tahun Baru Budha pun mulai merambah kesana-kemari bak kentut saja. Hingga ke pemaknaan hakikat Tiga peryaan Budha tersebut.

Kendati, saat itu masih gondok. Sebab salah satu kawanku Pengurus FKMPAI (Forum Komunikasi Mahasiswa Perbandingan Agama se-Indonesia) Wilayah Yogya tak bisa memberikan keputusan soal acara tersebut. Apakah kawan-kawan BEMJ PA (Badan Eksekutif Mahasiswa-Jurusan Perbandingan Agama) Fakultas Filsafat dan Teologi UIN SGD Bandung dan FKMPAI Wilayah Bandung mendapat undangan pada kegiatan tahunan tersebut.

Selain itu, meminta kesediaan temen-temen FKMPAI Wilayah Jogya dan BEMJ PA Jogya dalam menyambut kedatangan kami. Karena, jika tak ada kesediaan dari mereka aku beserta rekan-rekan tak mau mengulangi peristiwa yang sama.

Tiga tahun yang lalu saat aku masih aktif di BEMJ PA berangkat dari kampus langsung tancap ke Kota Gudeg. Tentu, tanpa komunikasi terlebih dahulu pada mereka. Setibanya di sana apa yang di dapat. Semuanya hanya impian semata. Prosesi Sang Budha hanya tinggal penutupan saja.

Belum lagi, harus jadi anak gelandangan sebentar. Sebab tak ada tempat berteduh. Sahabat-sahabatku di FKMPAI Jogya masih sibuk dengan segudang perayaan itu, karena mereka menjadi salah satu panitia perhelatan akbar tersebut.

Nah, tak mau mengulangi kejadian yang sama, maka ku putusakan untuk menunggu jawaban dari temanku. Meski ingin cepat-cepat berangkat.

Namun, keinginan tinggal letupan hati. Cerita sekira indahnya panorama candi borobudur dan mendut tak nampak lagi. Karena sampai tiba hari H. kawanku tak memberikan pesan singkat. Ya. Padahal, jauh-jauh hari sudah ku kirim sms soal hari raya ini.

Diakui atau tidak, keterputusan temali baik di antara FKMPAI maupun lintas iman merupakan beban moral sekaligus peringatan bagiku. Sebab aku lebih asyik merangkai kata dalam dunia tulis-menulis. Bukan memutus mata rantai kepercayaan beda agama. Mudah-mudahan di hari peringatan besar lainya kita bisa menambal sulam persaudaan kita yang sempat terkoyak ini.

Walhasil, kehadiran hari raya umat Budha pun hanya berucapa doa 'Selamat Waisak (2551)` kepada beberapa temenku. Semoga kita mendapat berkah, aman, damai dan sejahtera dari Tuhanya.

Kali pertama tak mendapatkan berkah. Bertemu kawan-kawan lama lintas iman, sepengurusan apalagi. Sungguh sayang hari bermakna itu dilewatkan begitu saja. Apalagi, tanpa ada pertukar pikiran, gelak-tawa sahabat-sahabat beda keyakinan.

Thus, nonton tv pun menjadi teman akrab saat Hari Waisak tiba. [Ibn Ghifarie]

Cag Rampes, Pojok Sekre Kere, 01/06;07.46 wib
×
Berita Terbaru Update