-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Suhuf (14)

Tuesday, July 10, 2007 | July 10, 2007 WIB Last Updated 2008-01-30T21:03:59Z
Tanda Tanya Partai GAM..?
Oleh Ibn Ghifarie

Munculnya partai lokal bernama GAM di Profinsi Nanggro Aceh Darussalam (NAD) yang di deklarasikan di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai GAM di kawasan Lueng Bata, Sabtu (08/07) menuai pelbagai protes.

Pasalnya, atribut partai ini menyerupai lambang Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Adalah bulan bintang berwarna putih berlatar warna merah dan garis hitam.


Partai Lokal GAM Menuai Badai
Tak ayal, pelarangan embel-embel gerakan separatis pun tak terhindarkan lagi. Salah astunya dari Sudarsono Hardjosukarto, Direktur Jendral Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam Negeri menilai penamaan Partai Gerakan Aceh Merdeka melanggar Undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh, selain pelanggaran atas kesepakatan perjanjian damai.

"Penamaan itu memiliki konotasi mengarah pada tujuan untuk merdeka, mengapa pendirinya memberi nama itu?," ujarnya. (Tempo, 08/07)

Teriakan lantang pula dilontarkan oleh Ferry Muryidan Baldan, anggota Komisi II (bidang pemerintahan daerah) mengutarakan berdirinya Partai GAM merupakan sesuatu yang harus dihindari karena bertentangan dengan semangat perdamaian di masyarakat Aceh serta dapat membuat” sekat” baru , katanya

Menurutnya, kehadiran partai politik lokal di Aceh diatur dalam UU No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh dan mengikuti pengaturan yang ada. GAM sebagai nama parpol lokal adalah sesuatu yang kontraproduktif dengan semangat perdamaian yang ada di Aceh.

“Bukankah adanya calon perorangan dan Parpol lokal adalah semangat reintegrasi masyarakat Aceh pasca konflik, termasuk pengampunan yang diberikan?,” tegasnya. (berita sore, 09/07)

Hal senada pula diungkapkan oleh Ketua Fraksi PKB DPR RI Effendy Choirie meminta pemerintah tegas terhadap pembentukan partai lokal di Aceh yang menggunakan atribut historis seperti GAM. “Saya kira itu harus ditumpas, karena lambang itu mencerminkan separatisme dan tidak sesuai dengan kesepakatan,” ungkapnya.

Langkah yang dilakukan oleh mantan GAM tersebut, dengan membentuk partai lokal yang menggunakan atribut dan bendera GAM sudah dianggap menyalahi aturan, jelasnya.

Padahal, kata Choirie, masyarakat Aceh sudah diberikan kebebasan mengelola dan mengatur wilayahnya sendiri. Misalnya, aturan Syariat Islam, pembentukan partai lokal, calon independen, pengelolaan keuangan, direhabilitasi,dan warga diberi tanah.

“Kalau itu dianggap kurang itu namanya ‘dikasi ati minta ampela’, jadi pemerintah harus tegas, cara seperti itu harus ditumpas dan jangan diberi ampun,” tambahnya. (www.e-bursa.com,09/07)

Kehadiran partai Lokal bagi Permadi, anggota Dewan menjelaskan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla, Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil dan mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin harus bertanggung jawab terhadap munculnya Partai GAM di Nangroe Aceh Darusalam.

“Kalau perlu Menteri BUMN itu dinonaktifkan dulu agar menyelesaikan masalah partai ini sehingga tak ada kekhawatiran di sana,” cetusnya.

Selain itu, munculnya Partai GAM di wilayah itu tak lepas dari lemahnya pemrintah terhadap gerakan-gerakan sparatis terutama GAM. Pemerintah terlalu mengalah terhadap GAM.

“Mereka berani berbuat seperti itu karena yakin pemerintah tak berani menindak,” tegasnya.
Padahal, lanjut Permadi, mereka itu tak ubahnya sebagai gerakan sparatis di wilayah lain seperti Papua Merdeka atau RMS. “Karena itu mestinya mereka pun harus ditangkap dan diperlakukan seperti pelaku-pelaku sparatis yang ditangkapi,” ungkapnya.

Kepada Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata, Permadi berpesan agar partai-partai yang mempunyai muatan sparatis seperti ini tidak perlu diverifikasi sehingga hanya akan menjadi partai papan nama atau partai liar yang tidak terdaftar. (Pos Kota, 09/07)

Tak mau ketinggalan polisi pun angkat bicara "Kita minta papan nama ini diturunkan atau setidaknya ditutup sebelum adanya legalitas dari Departemen Hukum dan HAM karena lambang itu selama ini dimaknai sebagai simbol perjuangan," kata Kapoltabes Banda Aceh, Kombes Pol Zulkarnaen.

Dalam MoU Helsinki poin 4.2 tentang Pengaturan Keamanan disebutkan GAM melakukan demobilisasi atas semua 3.000 personel pasukan militernya. Selain itu, anggota GAM tidak memakai seragam maupun menunjukkan emblem atau simbol militer setelah penandatanganan MoU. (www.antara.com,08/07)

Lain hanya dengan Indra J Piliang, pengamat politik dari CSIS menuturkan dideklarasikannya partai lokal tidak termasuk tindakan subversif. Penggunaan simbol dan nama GAM pun seharusnya tidak dipersoalkan sepanjang tetap dalam ranah politik.

Menurutnya, hal tersebut justru positif karena merupakan proses integrasi politik dari mantan anggota GAM. ''Tidak ada yang perlu dikhawatirkan berkaitan dengan pendirian Partai GAM,'' katanya.

Penggunaan kata GAM, tambahnya, seperti halnya nama partai atau gerakan masyarakat lainnya. Pendirian partai GAM tidak berkait dengan maraknya aktivitas separatisme beberapa waktu terakhir.

''Hal ini juga merupakan konsekuensi dari perundingan Helsinki tahun 2004 lalu. Siapa pun dapat mendirikan partai lokal di Aceh. Berbeda dengan wilayah lain di Indonesia,'' tambah Indra (Suara Merdeka, 09/07)

Tetep Pertahankan Atribut GAM
Kendati menuai protes dan larangan dari pihak kepolisian, Partai Gam tidak akan mengubah nama dan lambang partai. Pasalnya, penggunaan nama GAM dan lambang bulan bintang dinilai tidak melanggar nota perjanjian damai Helsinki.

Sekretaris Jenderal Partai Gam T.M. Nazar mengatakan, penggunaan bendera bulan bintang sebagai lambang partai sama sekali tidak bertentangan dengan semangat damai dan Nota Kesepakatan Damai yang ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, 15 Agustus 2005 lalu.

“Bendera bukan simbol militer. Jadi tanda gambar dan lambang Partai Gam yang serupa dengan bendera GAM bukanlah simbol militer GAM,” kata Nazar dalam konferensi pers di kantor Partai GAM di kawasan Jalan Tengku Imum Lueng Bata No 48 Simpang Surabaya, Banda Aceh, Ahad (8/7) siang.

Konferensi pers ini sengaja digelar untuk menanggapi pernyataan Kepala Poltabes Banda Aceh Komisaris Besar Zulkarnain sehari sebelumnya. Usai peresmian kantor partai, Zulkarnain mendatangi markas partai tersebut dan meminta supaya plang nama partai diturunkan atau ditutup, karena dinilai melanggar perjanjian damai. Kapoltabes Zulkarnain juga mengirim surat No B/10/VII/2007 yang berisi keberatan terhadap penggunaan nama GAM dan lambang bendera bulan bintang.

Nazar menambahkan, emblem dan simbol GAM yang dilarang, seperti yang tertuang dalam poin 4.2 MoU Helsinki adalah baret merah dan lambang senjata serbu AK-47. Penggunaan nama GAM, menurut Nazar, karena ini merupakan partai lokal yang didirikan oleh GAM. Selain itu, MoU juga mengamanatkan supaya GAM berpartisipasi dalam pembentukan partai lokal.

“Bulan April lalu kita sudah bicara tentang partai (lokal), untuk apa buat nama baru. Karena dalam aturan Mou GAM diajak berpartisipsi mendirikan partai politik lokal, dan kita berpartisipasi. Di belakang nama GAM kita tulis saja partai, jadinya Partai GAM,” jelasnya.

Tak hanya itu, Ibrahim Syamsuddin, seorang pentinggi GAM mengatakan GAM akan berkoitmen terhadap nama yang telah diberikan. “Apa pun kita tetap bertahan pada lambang ini, karena partai ini lahir dari GAM dan kita tetap mengunakan nama dan lambang GAM,” sebutnya.

Pembentukan partai ini sudah disetujui oleh Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, saat para petinggi GAM bertemu dengan mereka di Jakarta beberapa waktu lalu. “Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Yusuf Kalla sudah menyetujui tentang pembentukan partai GAM ini,” katanya.

Ibrahim juga menjelaskan akan membalas surat dari Poltabes yang dikirim untuk Partai Gam. “Kita akan membalas surat dari Poltabes dengan memberikan penjelasan soal masalah ini,” ujarnya.(www.acehkita.com,08/07)

Kelemahan Pemerintah
Lepas dari persoalan sederetan agenda partai GAM. Yang jelas kehadiran gerakan separatis dalam bentuk apa pun merupakan petanda lemahnya pemerintah dalam soal ketahanan dan keamanan.

Tentunya, kesejahteraan dan ketidakadilan yang selalu timpang tindih menjadi modal tumbuh suburnya aliran-aliran anti-NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Jika perlakuan ini yang terjadi maka tunggulah kematian negara Indonesia. Satu persatu mulai memisahkan diri. Tak lain, karena ketidak becusan pemetindah dalam mensejahterakan masyarakat.

Sejatinya pemerataan pembanguna dan perbaikan perekonomi harus menjadi skala prioritas dengan komitmen yang kuat dan terus-menerus dipenghujung pemerintahan SBY-JK ini.
Bukan malas sibuk melarang kehadiran partai local. Apalagi memberangus keberlangsungan sekaligus kebebasan suatu masyarakat untuk berserikat dan berkelompok yang telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD). Ketidak bolehan menjalankan salah satu poin amanah dari perjanjian Helsinki, 15 Agustus 2005 apalagi. Ironis memang.

Cag Rampes, Pojok Sekre Kere, 09/07;22.29 wib
×
Berita Terbaru Update