-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kitab (20)

Wednesday, July 15, 2009 | July 15, 2009 WIB Last Updated 2009-07-15T13:09:58Z
Apa Arti Kebebasan Beragama Bagi Indonesia
Oleh IBN GHIFARIE

Siapapun yang terpilih menjadi Presiden Indonesia ke-VII; Apakah pasangan Mega-Prabowo (nomor 1), SBY-Boediono (nomor 2) dan JK-Wiranto (nomor 3) tak jadi soal! Asalkan kebebasan bersyerikat, berkumpul, beda pendapat; agama dan keyakinan mendapatkan ‘tempat yang layak’ di bumi pertiwi ini.

Sejatinya, momentum pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) periode 2009-2014 yang jatuh pada tanggal 8 juli 2009 merupakan tonggak awal lahirnya peradaban Indonesia berbasis keragaman yang kukuh dan ramah. Bukan malah sebaliknya.

Sekali lagi, perbedaan agama, keyakinan, suku, etnis, budaya adalah modal utama membangun negeri yang tak kunjung selesai dari pelbagai krisis.

Ambil contoh, hari kelahiran pancasila (1 juni) tahun 2008 di Monas Jakarta pun menjadi tragedi yang sangat memilukan kemanusian sekaligus keimanan kita.

Betapak tidak, bentrokan antara Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan beragama dan berkeyakinan (AKKBB) dengan Front Pembela Islam (FPI) hingga hari ini tak jelas keberadaanya.

Diakui atau tidak kemerdekaan, keadilan, sikap keterbukaan menjadi barang langka di Nuasntara ini. Urusan keimanan saja pemerintah masih ikut mencampurinya. Padahal negara kita bukan pemerintahan teokratis atau sekuler. Namun, penertiban kepercayaan selalu digalakan. Atas nama meresahkan masyarakat, berbuat onar, menafikan Tuhan, hingga penodaan agama kerap menjadi dalih untuk membumi hanguskan keberadaan mereka.

Mari kita becermin pada funding father Indonesia saat mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini melalui Pancasilanya. Keperkasaan jargon Bhineka Tunggal Ika pula hanya menjadi selogan di bangku sekolah saja. Mengerikan memang?

Kiranya, jaminan kebebasan berkumpul, berserikan dan beragama sesuai dengan keyakiannya dan hak kemerdekaan pikiran, nurani dan kepercayaan hanya berhenti pada Pasal-pasal (28 ayat 2, 29 ayat 1 dan 2), Undang-undang (No 1/PNPS/1965) dan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri No 477/ 74054/ BA.012/ 4683/95 tertanggal 18 November 1978 semata.


Salah satu hak dan kebebasan dasar yang diatur ICCPR sekaligus sudah dirativikasi adalah hak atas kebebasan berkeyakinan dan beragama, mencakup kebebasan menganut, menetapkan agama, kepercayaan atas pilihan sendiri, dan kebebasan, baik secara individu maupun bersama, di tempat umum maupun tertutup, untuk menjalankan agama, kepercayaan dalam kegiatan ibadah, ketaatan, dan pengajaran. Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga mengurangi kebebasan untuk menganut, menetapkan agama, kepercayaan sesuai dengan pilihannya.

Inilah arti penting kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi Indonesia melalui Presiden dan Wakil Presiden mendatang. Terwujudnya kedamaian, toleransi, saling menghormati antarajaran, antaragama, dan antarkelompok menjadi cita-cita tertinggi masyarakat Indonesia yang beradab. Semoga!

IBN GHIFARIE, Pengiat Studi Agama-agama dan Pemerhati Kebebasan Beragama
×
Berita Terbaru Update