-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Mushaf (1)

Monday, July 20, 2009 | July 20, 2009 WIB Last Updated 2009-07-21T01:43:27Z
Isra Miraj Bagi Bangsa
Oleh IBN GHIFARIE

Pascapilpres (Pemilihan Presiden) periode 2009-2014 yang digelar pada tanggal 8 Juli 2009 membuat sebagian masyarakat 'bingung' dengan perolehan laporan hasil quick count (hitung cepat) yang dilakukan oleh lembaga survei tentang pasangan yang mengungguli pesta demokrasi ini.

Ada yang senyum, manggut, tertawa, tidak percaya, marah, mengamini, hingga menggugat metode hitungan cepat. Betapak tidak, kala suasana pencontrengan berjalan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) telah melansir quick count di TVOne pada pukul 10.35 WIB, Rabu (9/7). Hasilnya, SBY menang sementara.

Quick count yang baru menghitung 0,30% di kawasan Indonesia Timur itu menampilkan hasil Mega-Prabowo 15,69 persen, SBY-Boeidono 58,65% dan JK-Wiranto 25,66% (www.detik.com)

Kontak saja, ini membuat berang Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta dengan tegas agar stasiun TV yang menanyangkan quick count segera dihentikan. Pasalnya, hasil quick count boleh ditayangkan sekitar pukul 13.00 WIB atau setelah pemungutan suara usai dilaksanakan.

Di tengahketidak percayaan masyarakat terhadap hasil hitungan cepat dan menguatnya mentalitas pemimpin yang tak siap menerima kekalahan membuat citra keislaman Indonesia ini semakin tak ramah, toleran dan inklusif. Mampukah kehadiran peristiwa Isra Miraj (27 Rajab 1430) yang jatuh pada tanggal 20 Juli 2009 ini dapat membangkitkan semangat sekaligus kemerdekaan bagi bangsa yang kian hari semakin terpuruk ini?

Imani Saja!
Percaya atau ingkar. Hanya ada dua pilihan yang tersedia saat Muhammad SAW berniat menceritakan kembali ihwal perjalanan 'suci semalam' (dari Mesjid Haram ke Mesjid Aqsa lalu ke sidrat al-muntaha) itu. Masukan dari Umm Hani Hindun, puteri Abu Thalib pun tak digubriskan. Malahan Rasul dengan lantang menyebarluaskan kabar kebenaran kejadian maha dahsat tersebut.

Memang tak masuk akal, bila rihlah bisa dilakukan dalam semalam. Padahal jarak tempuh Mesjid Haram (Mekah) dengan Aqsa (Palestina) sangat jauh. Dapat dipastikan kejadian itu hanya mengada-ngada sekaligus orang gilalah yang telah mempercayai kebenaran cerita itu.

Rupanya, Abu Bakar, sahabat Rasulullah malah mempercayai kisah Muhammad. Gelar ash-shiddiq pun ia peroleh langsung dari Nabi. Pasalnya, tanpa ada kompromi, sikap curiga Abu Bakar mengimani kisah luar biasa tersebut.

Mari menengok jawaban tegas Abu Bakar kala kaum musyrikin mencemoohkannya sambil berkata: Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Padahal kami butuh waktu sampai sebulan agar bisa sampai ke Baitul Maqdis? Lantas, mereka segera menghadap ke Abu Bakar, dan menceritakan akan peristiwa itu: Sahabat kamu (Muhammad) mengklaim telah melakukan perjalanan ke Baitul Maqdis! Abu Bakar menjawab: Jika Nabi telah berkata demikian jelas ini merupakan suatu kebenaran. Sungguh saya mempercayainya terhadap berita langit (wahyu) yang datang kepadanya. Semenjak itulah Rasulullah saw menjulukinya dengan Ash-shidiq (orang yang bersifat jujur dan benar). (Ibnu Hisyam).

Mengenai kebenaran kisah semalam itu Quraysh Shihab dalam Membumikan Al-Quran menegaskan, cara paling aman menghadapi Isra Miraj adalah dengan mengimaninya.

Itulah sebabnya mengapa Kierkegaard, tokoh eksistensialisme, menyatakan: "Seseorang harus percaya bukan karena ia tahu, tetapi karena ia tidak tahu." Juga mengapa Immanuel Kant berkata: "Saya terpaksa menghentikan penyelidikan ilmiah demi menyediakan waktu bagi hatiku untuk percaya." Pun sebabnya mengapa "oleh-oleh" yang dibawa Rasul dari perjalanan Isra' dan Mi'raj ini adalah kewajiban shalat; sebab shalat merupakan sarana terpenting guna menyucikan jiwa dan memelihara ruhani.

Sejatinya, kita harus mempercayai terhadap kejadian Isra' dan Mi'raj. Pasalnya, tak ada perbedaan antara peristiwa yang terjadi sekali dan peristiwa yang terjadi berulang kali selama semua itu diciptakan sekaligus berada di bawah kekuasaan dan pengaturan Tuhan Yang Mahaesa.

Kunci Kebangkitan
Di tanah air, beragam tradisi dalam mempeingati Isra Miraj. Ada yang berziarah; ke makam wali, kuburan orang tua, syekh dan ulama penyebar Islam di suatu daerah; kumpul bersama di mesjid, mushola, rumah sebagai tanda bersyukur; zikir secara bersama di mesjid, pondok Pesantren.

Di akui atau tidak sikap kejujuran, kebenaran dan kepracayaan tak mendarah daging lagi di Bumi Pertiwi ini. Para penguasa apalagi.

Sekedar contoh, mencuatnya laporan quick count jarang terjadinya proses tabayyun (Cross-Check) terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan informasi. Al-Quran dengan tegas menjelaskan “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al-Hujurat [49]: 6). Rasul bersabda “Jauhilah oleh kamu sekalian prasangka, sebab prasangka itu adalah sedusta-dustanya pembicaraan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kebenaran sumber berita menjadi modal utama dalam menepis segala bentuk keributan, kekerasan, konflik antarpendukung pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.

Kiranya, pemimpin harus siap menerima kekalahan bagi calon yang tersingkirkan dan tidak arogan kepada yang unggul. Rasul mengajarkan kepada kita untuk tidak berburuk sangka, mencari-cari kesalahan, menggunjing (Ghibah) sesame muslim, tetangga dan lingkungan sekitarnya.

“Janganlah kamu sekalian memata-matai dan mencari-cari kesalahan orang lain, janganlah kamu saling berbantah-bantahan, saling hasud, saling benci dan saling belakang membelakangi.” (HR. Muslim)

“Sesungguhnya kami telah dilarang untuk mencari-cari kesalahan, tetapi kalau kami benar-benar mengetahui adanya sesuatu penyelewengan, maka kami pasti akan menghukumnya.” (HR. Abu Dawud)

Dengan memiliki sikap dan perilaku amanah, jujur, dapat dipercaya merupakan kunci kebangkitan bangsa sekaligus kebahagian hidup yang dicita-citakan rakyat Indonesia.

Inilah makna terdalam Isra Miraj bagi bangsa. Terwujudnya kedamaian, toleransi, saling menghormati antarpendukung capres dan cawapres menjadi cita-cita tertinggi masyarakat Indonesia yang beradab. Semoga.

IBN GHIFARIE, alumnus Studi Agama-agama UIN SGD Bandung dan bergiat di Institute for Religion and Future Analysis (Irfani) Bandung.
×
Berita Terbaru Update