-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Mushaf (2)

Thursday, July 23, 2009 | July 23, 2009 WIB Last Updated 2009-07-29T10:33:27Z
Isra Miraj dan “Panceg dina Galur”
Oleh IBN GHIFARIE

Memasuki bulan rajab, masyarakat Islam (muslim) Sunda acap kali menggelar tradisi rajaban. Bentuknya sangat beragam. Ada yang berziarah; ke makam wali, kuburan orang tua, Syekh dan ulama penyebar Islam di suatu daerah; kumpul bersama di mesjid, mushola, rumah sebagai tanda bersyukur; zikir secara bersama di mesjid, pondok Pesantren; shaum selama satu minggu.

Betapa tidak, di daerah Karangtawang Kuningan kehadiran Isra Miraj (27 Rajab) merupakan momentum berkumpul bersama di masjid Nurul Islam. Juga Cirebon, mereka melakukan upacara dan ziarah ke makam Pangeran Panjunan dan Pangeran Kejaksan di Plangon. Galibnya, kegiatan itu dihadiri oleh para kerabat dari keturunan --kedua Pangeran tersebut.


Masih di Kota Udang, jamaah Tareqat Syahadatain setiap bulan Rajab selalu mengadakan acara zikir bersama di Masjid Asy-Syahadatain Desa Panguragan, Kecamatan Panguragan, Cirebon dan di Pondok Bunten Pesantren bisanya diadakan pengajian. Kitab Qissotulmi'roj pun menjadi bacaan Kyai-kyai muda secara bergantian. Penghujung malam penghataman kitab, akan ada banyak Ambeng (hidangan yang disajikan diatas nampan berukuran besar berisikan nasi lengkap dengan lauk pauknya) yang dihidangkan bagi para peserta pengajian.

Adakah pelajar yang bisa kita petik dengan adanya perayaan Isra Miraj yang jatuh pada tanggal 20 Juli 2009 dapat memberikan spirit kebenaran, keadilan, kemerdekaan sekaligus membuka ruang untuk tumbuh dan berkembangnya ajaran karuhun di Tatara Pasundan ini

Semangat Istiqomah
Salah satu pengalaman berharga dari Isra Miraj ini adalah keistiqomahan (taat, tunduk, patuh, teguh pendirian, memegang prinsip, aturan, pandangan hidup) Muhammad dalam menyebarluaskan risalah Tuhan dari kejadian “sici semalam”.

Kacian, makian, hujatan, ejekan sekalipun memperolok-olok tak membuat pudar Rasul untuk menceritakan peristiwa maha dahsat itu kepada masyarakat sekitranya. Abu Bakar merupakan orang pertama menyakini, mempercayai kejadian luar biasa tersebut. Hingga mendapatkan gelar As-Shidiq (Orang yang dapat dipercaya).

Parahnya, perjalanan semalam (dari Mesjid Haram ke Mesjid Aqsa lalu ke Sidrat Al-Muntaha) itu terjadi pada tahun 621 M--kurang lebih setahun sebelum Hijran ke Madinah saat usia Sang Ummi 50 tahun (10 tahun wahyu pertama). Kala itu, putra Abdullah tengah mengalami duka cita besar akibat meninggalnya 2 orang yang melindungi secara social-politis dan psikologis. Yakni Abu Tholib (Pamannya) dan Siti Khodijah (Istrinya).

Perintah ini tertera dalam surat Al-Isra/17:1 “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam dari Masjid al Haram ke Masjid al Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda keagungan Kami”

Sejatinya, momentum Isra Mi'raj Nabi Muhammad merupakan tonggak awal lahirnya peradaban Islam berbasis keimanan yang kukuh (istiqomah). Perintah shalat pun menjadi petanda peradaban Rasul untuk menegakkan keadilan, kemerdekaan sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.

Bila kita kuat memegang amanat Isra Miraj niscaya tak akan ada lagi upaya 'penertibak keyakinan' oleh kelompok tertentu (agama import) terhadap golongan yang kuat memegang teguh tradisi leluhurnya (agama suku). Seolah-oleh mereka tak masuk kategori islam dan harus diislamkan. Inilah wajah muram islam indonesia.

Panceg Dina Galur
Keberanian dan teguh pendirian dalam kebenaran dan keadilan dalam khazanah kesundaan dikenal dengan sebutan panceg dina galur.

Menurut Ajip Rosidi, pandangan hidup Orang Sunda seperti tercermin dalam tradisi lisan dan sastera Sunda paling tidak ada lima, mari kita hilat hasil Penelitian, diantaranya; Pertama, Pandangan hidup tentang manusia sebagai pribadi. Kedua, Pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan masyarakat. Ketiga, Pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan alam. Keempat, Pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan Tuhan. Kelima, Pandangan hidup tentang manusia dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah.

Untuk mempunyai tujuan hidup yang baik, harus punya guru yang akan menuntunnya ke jalan yang benar. Guru dihormati dalam masyarakat Sunda. Bahkan Tuhan Yang Maha Esa juga disebut Guru Hyang Tunggal. Lihat saja, naskah Siksa Kandang Karesian dikatakan orang dapat berguru kepada siapa saja. Dianjurkan agar bertanya kepada orang yang ahli dalam bidangnya. Teladani orang yang berkelakuan baik. Terimalah kritik dengan hati terbuka. Ambil manfaatnya dari teguran dan nasihat orang lain.

Terciptanya kehidupan sejahtera, hati tenang dan tenteram, mendapat kemuliaan, damai, merdeka dan mencapai kesempurnaan di akhirat adalah cita-cita Urang Sunda.

Beragam cara untuk mencapai kebahagian itu diantaranya, masih menurut Ajip Rosidi dengan memegang teguh kepada ajaran-ajaran karuhun, pesan orangtua dan warisan ajaran yang tercantum dalam cerita-cerita pantun, dan yang berbentuk naskah seperti Siksa Kandang Karesian. Ajaran-ajaran itu punya tiga fungsi: Pertama, Sebagai pedoman dalam menjalani hidup; Kedua, Sebagai kontrol sosial terhadap kehendak dan nafsu yang timbul pada diri seseorang dan Ketiga, Sebagai pembentuk suasana dalam masyarakat tempat seseorang lahir, tumbuh dan dibesarkan yang secara tak sadar meresap ke dalam diri semua anggota masyarakat. (Makalah Pelatihan Kepemimpinan Putra Sunda yang diadakan oleh Gema Jabar tanggal 21 Agustus 2006)

Dengan demikain, Isra Mi'raj harus menjadi ajang evaluasi sekaligus tetep mempertahankan ajaran karuhun sebagai khazanal lokal yang tak bisa diganggu gugat.

Kiranya, dua rumusan yang ditulis Jamaludin Wiartakusumah Dosen Desain Itenas dalam Mencermati Ajaran Karuhun, diantaranya; runtut raut sauyunan (hidup rukun bersama) harus modal awal untuk membangun hidup rukun, harmonis antaragama, antarsuku, antarpemahaman. Pun ungkapan satata sariksa (satu aturan bersama-sama memelihara) guna menciptakan kebersamaan hidup yang kian tak beraturan ini. Singkatnya, bukan ajaran karuhun yang harus dipermak, tetapi telaah lebih dalam yang harus dilakukan! (www.mangjamal.multiply.com)

Inilah pelajaran berharga dari Isra Miraj bagi pemegang ajaran karuhun di Parahyangan ini. Semoga menjadi tonggak keteladanan yang mesti diserap dalam kesadaran (kehidupan) umat Islam. Selamat Isra Miraj.

*IBN GHIFARIE, Pegiat Studi Agama-Agama dan Pemerhati Kebebasan Beragama.
Tulisan ini dimuat di Wacana Bandung Ekspres, Rabu 15 Juli 2009
×
Berita Terbaru Update