-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kitab (13)

Tuesday, November 20, 2012 | November 20, 2012 WIB Last Updated 2012-11-20T09:42:31Z

Mahalnya Kejujuran
Oleh IBN GHIFARIE
Artikel ini pernah dimuat pada Opini Pikiran Rakyat edisi 28 juni 2011

Di tengah semakin memudarnya sikap kejujuran yang menimpa bangsa ini, kehadiran Siami ibarat oase di padang pasir. Sayang perlakuan kepada sang pembuka “kotak pandora” ini ternyata tidak sebaik perbuatannya. (Pikiran Rakyat, 16/6)

Alifah Ahmad Maulana siswa kelas 6 SDN Gadel II, Kecamatan Tandes, Surabaya, Jawa Timur disuruh gurunya untuk menyebarkan sontekan soal ujian kepada rekan-rekannya.


Parahnya, keluarga Widodo dan Siami harus mendapatkan cibiran, cacian, makian, demo dan diusir (8/6) dari kampung halamamnya karena memperjuangkan arti sebuah kejujuran yang mulai ditinggalkan di bumi pertiwi ini, malahan  kita merasa bangga dengan perbuatan zalim. Betapa mahalnya harga kejujuran.

Amanah
Sejatinya kehadiran Isra Mi’raj (27 Rajab 1432 H) yang jatuh pada tanggal 29 Juni 2011 harus menjadi momentum awal untuk membangun semangat kejujuran, amanah, ketulusan sekaligus memberikan suri tauladan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari ini.

Kejujuran merupakan salah satu pelajaran berharga dari perjalanan suci kenabian dari Mesjid Haram (Mekah) ke Mesjid Aqsa (Palestin) lalu ke Sidrat Al-Muntaha yang membuahkan perintah shalat lima waktu.

Perintah ini tertera dalam surat Al-Isra:1 “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam dari Masjid al Haram ke Masjid al Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda keagungan Kami”

Bila nabi Muhammad tidak memiliki sifat amanah niscaya peristiwa yang terjadi pada tahun 621 M–setahun sebelum Hijran ke Madinah saat usia Sang Ummi 50 tahun dan 10 tahun pascamenerima wahyu pertama disebarluaskan kepada pengikutnya.

Padahal keadaan Rasul tengah mengalami duka mendalam atas kematian Abu Tholib (Pamannya) dan Siti Khodijah (Istrinya). Usulan Umm Hani Hindun, puteri Abu Thalib supaya tidak menceritakan kejadian ini tidak membuat gentar Nabi. Iikhtiar pengabaran perntah shalat di umumkan ke penjuru dunia.

Abu Bakar orang pertama yang mengimani perjalanan yang melampaui batas kecepatan roda transportasi abad ke-7. Atas berkah kepercayaanya ia mendapatkan gelar dari Rasul As-Shidiq (benar, jujur). Ini yang dikemukakan oleh Quraish Shihab cara paling aman menghadapi Isra Miraj adalah dengan mengimaninya, seperti Abu Bakar sambil berkata “Apabila Muhammad yang memberitakannya, pasti benarlah adanya.”Itulah sebabnya mengapa Kierkegaard, tokoh eksistensialisme, menyatakan: “Seseorang harus percaya bukan karena ia tahu, tetapi karena ia tidak tahu.” Immanuel Kant berkata: “Saya terpaksa menghentikan penyelidikan ilmiah demi  menyediakan waktu bagi hatiku untuk percaya.” (Quraish Shihab, 1992:338-345)

Keteladanan
Kejujuran erat kaitanya dengan keikhlasan dan keteladanan. Apalagi kejujuran Muhammad tak dapat diragukan karena memiliki sifat shidiq (benar, jujur), tabligh (menyampaikan), amanah (dipercaya) dan fathonah (cerdas).

Ingat, sebelum diangkat menjadi Rasul telah mendapat gelar Al-Amin (dipercaya). Ini diakui oleh Abu Jahal, pembesar suku Quraisy menuturkan “Sesungguhnya kami tidak mendustaimu, hanya saja kami mendustai ajaran yang kamu bawa.”

Ihwal jejujuran  Muhammad ini diamini John L. Esposito dan O. Hashem Nabi memperoleh gelar al-amin (yang dipercaya) ini karena keputusan dan kejujurannya. Para pengikuti Muhammad mengenalnya sebagai orang yang lurus, terpercaya, saleh, penyayang dan jujur.

Harus diakui, kaum muslim memandang Rasul sebagai petunjuk dalam semua aspek kehidupan, bagimana memperlakukan teman maupun musuh, apa yang harus dimakan dan diminum, dan bagaimana berperang dan sebagainya.

Tertanamnya sikap terpuji ini, memang pantas menjadi panutan semua manusia. Pasalnya, dalam hidupnya tak pernah satu pun manusia (yang secara jujur) tidak mengakui kehebatannya. Ketokohan Muhammad bukan saja dibesarkan oleh para sahabat yang menjadi pengikut setia ajarannya, tetapi kebesaran dan kehebatan Rasul itu diakui pula secara jujur oleh musuh-musuhnya. (O. Hashem, 2007 dan John L. Esposito, 2004:11-18)

Penghormatan terhadap Nabi dan bahkan perhatian pada hal-hal terkecil dari perilaku dan kehidupan pribadinya tumbuh kuat. Walapun kaum muslim itu jauh darinya dalam segi waktu. Mereka senantiasa ingin mengetahui lebih banyak tentang kepribadiannya, rupanya dan kata-katanya agar dapat kepastian bahwa mereka memang mengeikutinya dengan benar. Para ulam populer sering menggambarkan  sosok Nabi itu dalam warna-warni menakjubkan, bahkan dengan menambahkan detik-detik yang sangat tak berarti. (Annemarie Schimel, 1985:32)

Umat islam meyakini segala perbuatan, ucapan, tindakan Nabi harus dicintai, diikuti, ditaati sebab bagian dari mencintai dan mentaati Allah SWT. Namun, kerinduannya jangan sampai dikultuskan. Islam menganggap upaya-upaya mendewakan Nabi dikategorikan sebagai perbuatan dosa terbesar.

Mengakui KesalahanDalam kontek kasus contek masal di SDN Gadel II di mata Roebing Gunawan Budhi segala permasalahanya berkaitan dengan akhlak, berpulang kepada sikap mental setiap individu. Kita haruslah segera berubah. Nilai-nilai etika, kebaikan dan karakter yang diajarkan setiap agama pastilah bertujuan positif. Yang terpenting mendengar lalu mengejawantahkan dalam kehidupan nyata. (Pikiran Rakyat, 18/6)

Upaya menciptakan kejujuran dan menjadikan Siami sebagai pahwalan kejujuran di Indonesia ini, kita harus kita dukung, dorong. Salah satunya dengan mengakui kesalahan atas apa yang telah diperbuat. Pasalnya, mengakui kesalahan merupakan permulaan dari penyelesaian masalah. Prinsip ini yang menjadi bagian dari 12 Nilai Dasar Perdamaian. Pada point kesebelas terdapat pelajaran tentang mengakui kesalahan (Not Too Proud To Admit Mistakes) dengan cara “Nggak Gengsi Ngaku Salah.”

Rasulullah mengingatkan kepada kita semua tentang muhasabah atas kesalahan diri pribadinya. “Berbahagialah orang yang menyibukan diri dengan kesalahan diri sendiri daripada kesalahan orang lain” (Erick Lincoln & Irfan Amalee, 2007:161-166)

Inilah pelajaran berharga dari setetes keteladanan Rasul. Mari kita jadikan kehadiran Isra Miraj ini sebagai panutan bangsa yang kian memudar.

Kiranya, firman Allah perlu kita renungkan secara bermasa “Tidaklah kami utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam.” (Q.S. Al Anbia :107) dan “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab:21). Selamat Hari Raya Isra Miraj 1432 H.

IBN GHIFARIE, Mahasiswa Pascasarjana UIN SGD Bandung program Religious Studies dan bergiat di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung.


×
Berita Terbaru Update