-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kitab (14)

Tuesday, November 20, 2012 | November 20, 2012 WIB Last Updated 2012-11-20T09:42:13Z

Nuzulul Quran dan Gairah Membaca Sejak Dini
Oleh IBN GHIFARIE
Artikel ini pernah dimuat pada Podium Tribun Jabar edisi 19 Agustus 2011

Harus diakui, minat baca masyarakat Jawa Barat sangat rendah. Keberadaan Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca baik ditingkat provinsi, kota/kabupaten melalui program perpustakaan dan gerakan wakaf buku “satu orang satu buku” tak memberikan gairah berarti terhadap warganya supaya giat membaca.

Apalagi untuk sorogan naskah kuno sebagai usaha ngamumule khazanah Sunda dikalangan anak muda rasanya sudah kita tinggalkan secara perlahan-lahan.


Keprihatinan ini dikeluhkan oleh Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan beserta istrinya, Netty Prasetyani Heryawan. Indeks tinggi-rendahnya minat baca masyarakat Jabar (Indonesia) berdasarkan data United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco) tahun 2010 hanya 0,001 (satu buku dibaca, diperebutkan 1.000 orang) bila dibandingkan dengan Amerika (dari 1.000 warganya membaca 4.500 judul buku) dan Singapura (dari 1.000 warganya membaca 5.000 judul buku).  Dengan negara Jepang yang memiliki slogan ”sebaik-baik teman duduk adalah buku,” apalagi. Perbandingan rasionya mencapai 1:1,74. Sampai-sampai ada anekdot “Kalau orang Jepang tidur sambil membaca, orang Indonesia membaca sambil tidur.”

Saking parahnya, orang tua lebik baik membeli makanan untuk anaknya daripada membeli buku, karena membaca memang tidak menjadi kebutuhan pokok sehari-hari. Padahal aktivitas membaca itu merupakan pintu untuk membuka dunia, ilmu pengetahuan, teknologi dan peradaban manusia.

Salah satu upaya agar minat membaca di Tanah Pasundan dengan memperbanyak perpustakaan dan melalui gerakan wakaf buku “satu orang satu buku” pada memontum Hari Perpustakaan ke-50 dan Hari Kearsipan ke-40 layak kita dukung secara bersama-sama. Pasalnya, membaca merupakan petanda orang (masyarakat) yang ingin beradab. (Tribun Jabar, 6 dan 19/5/2010, 24/5/2011)

Mampukah kehadiran Nuzulul Quran yang diperingati setiap tanggal 17 ramadhan bertepatan dengan 17 Agustus 2011 (HUT ke-66) dapat mengeluarkan sekaligus memerdekakan penduduk Jawa Barat dari segala bentuk ketertinggalan pendidikan (rata-rata 7 tahun usia sekolah), ketertinggalan teknologi melalui gerakan membaca sejak dini?

Ingat, dalam khazanah keislaman dan kebangsaan Indonesia tanggal 17 ramadhan mempunyai peranan yang penting dan bukan sebuah kebetulan dalam memedekakan bangsa dari penjajahan Belanda dan Jepang.

Pemilihan tanggal 17 ramadhan sebagai hari Nuzulul Quran merupakan ijtihad Agus Salim yang disetujui oleh Bung Karno dengan meruju kepada peristiwa terjadinya dua kekuatan yang dimenangkan oleh pasukan muslim. Kejadian ini termaktub dalam surah Al-Anfaal [8]:41

“Ketahuilah, sesungguhnya apa saya yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Ibn Katsir menerangkan perang Badr itu terjadi pada hari jumat tanggal 17 ramadhan 2 H (Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 juga hari jumat) dan sering disebut “hari yang menentukan” (yamn al-furqan) karena perang itu merupakan pertama yang dialami oleh Rasul dan umat Islam dengan kemenangannya yang telak, kemenangan yang benar (al-alaq), tauhid atas yang palsu (al-bathil), syirik.

Jika benar demikian itu, maka sesunguuhnya tanggal 17 ramadhan, malam Nuzulul Quran adalah lailatul Qadr. Tentunya, pemahaman ini berbeda dengan umumlnya karena Lailatul Qadr adalah salah satu malam dari malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir bulan ramadhan.

Berbeda dengan A. Yusuf Ali mengisyaratkan memang yang diturunkan Allah pada hari “yang menentukan” itu adalah diturunkanya Al-Quran itu sendiri. (Nurcholish Madjid, 2000:81-83)

Meskipun hari Nuzulul Quran (17 ramadhan) bertepatan dengan kemerdekaan RI (17 Agustus 1945) diragukan dan hanya kebetulan, seperti yang diyakini M.C. Ricklefs menguraikan  bersatunya peristiwa penting antara kemerdekaan RI ke-1 (17 Agustus 1945) dengan peristiwa Nuzulul Quran (17 ramadhan) itu hanya  kebetulan (accidental) semata. (M.C. Ricklefs, 2008:444-445)

Namun, di mata Nurcholish Madjid, bertemunya kedua peristiwa maha agung itu tidak kebetulan. Hakikatnya merupakan semacam skenario, bahkan grand design Allah secara sunatullah. Bila dilihat dari kasat mata  bersifat kebetulan. Ibarat kisah dibuangnya Nabi Ismail AS bersama Siti Hajar (ibunya) ke Mekkah, yang berhasil menemukan sumur Zam-zam untuk bisa bertahan hidup. Air berkah itu pertama kali dibuat oleh Nabi Adam dan Siti Hawa. (Nurcholish Madjid, 2000:46-49)

Peristiwa Nuzulul Quran ini erat kaitanya dengan diturunkannya wahyu pertama surah Al-Alaq 1-5 kepada Muhammad pada saat berkonteplasi (berkhalwat) di gua Hira, Jabal Nur, kurang lebih 6 km dari Mekkah malam senin, tanggal 17 ramadhan tahun ke 40 dari usia Rasulullah dan 13 tahun sebelum hijriyah yang bertepatan dengan bulan Juli tahun 610 M.

Secara mendetail proses turunya Al-Quran ditulis oleh Muhammad Husain Haekal, Tatkala ia sedang dalam keadaan tidur dalam Gua itu, ketika itulah datang malaikat membawa sehelai lembaran seraya berkata kepadanya: “Bacalah!” Dengan terkejut Muhammad menjawab: “Saya tak dapat membaca”. Ia merasa seolah malaikat itu mencekiknya, kemudian dilepaskan lagi seraya katanya lagi: “Bacalah!” Masih dalam ketakutan akan dicekik lagi Muhammad menjawab: “Apa yang akan saya baca?” Seterusnya malaikat itu berkata: “Bacalah! Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. “Bacalah! Tuhanmu Maha Pemurah, Yang mengajarkan manusia menggunakan pena, Yang mengajarkan manusia yang tak mereka ketahui. (QS 96: 1-5)” Lalu ia mengucapkan bacaan itu. Malaikat pun pergi, setelah kata-kata itu terpateri dalam kalbunya. (Muhammad Husain Haekal, 1979:89-94)

Mencermati kata Iqra (bacalah) pada waktu berhalwat Rasulullah ini mesti menjadi modal utama bagi kita tentang pentingnya membaca (ayat kauniyyah dan kauliyyah).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara jelas baca (membaca) itu diartikan juga sebagai aktivitas “memahami.” Bagi M. Quraish Shihab kata Iqra’ terdiri atas huruf alif, qaf, dan ra’. Jika ketiga kata ini dibolak-balik dan disusun menjadi sebuah kata selain iqra’, muncullah hal yang menarik. “Hampir semua bentukan kata dari alif, qaf, dan ra’ mengisyaratkan sesuatu yang sangat penting bagi sebuah kehidupan yang baik. Sejak dini Al-Quran mengingatkan kepada kita bahwa jika kita ingin mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat dan terus ingin maju, jalan yang perlu kita tempuh adalah membaca.” (Quraish Shihab, 1992:167-168)

Pentingnya, kegiatan membaca harus ditanamkan sejak dini dengan dibarengi tradisi menulis dapat mengikat hasil bacaannya. Pesan ini diingatkan oleh Imam Jafar Ash-Shidiq “Tulis dan sebarkan ilmumu di antara saudaramu. Jika kami mati maka anak-anakmu akan mewarisi buku-bukumu. Kelak akan tiba satu masa yang di dalamnya terjadi kekacauan dan orang-orang tak lagi memiliki sahabat yang melindungi dan menolong kecuali buku-buku” (Imam Jafar Ash-Shidiq, Bihar Anwar:II, 50)

Dalam konteks Jawa Barat, keterlibatan seluruh komponen, mulai dari pemerintah Provinsi, Kota Kabupaten, rakyat, pengusaha, sampai pegiat buku sangat dibutuhkan untuk mengentaskan keterbelakangan pendidikan.

Inilah makna terdalam dari adanya peristiwa Nuzulul Quran untuk mengungangi angka buta aksara di Jawa Barat sekaligus mengkampanyekan pentingnya membaca sejak dini. Semoga.

IBN GHIFARIE, Mahasiswa Pascasarjana UIN SGD Bandung Program Religious Studies


×
Berita Terbaru Update