-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kitab (20)

Wednesday, February 27, 2008 | February 27, 2008 WIB Last Updated 2008-02-27T12:47:10Z
Scumbag Pendobrak Ujungberung Rebels dan Penulis ‘Yang Tertunda’
Oleh Ibn Ghifarie

Terkuaknya, 11 orang tewas mengenaskan saat peluncuran album ‘Baside’ di Asia Africa Culture Center (AACC), sabtu (9/2) membuat komunitas underground jadi bulan-bulanan.
Betapak tidak, angka kematian itu cukup pantastis.

Apalagi menginat keberadaan musik bawahtanah sarat akan Stigma negative. Alih-alih musik cadas yang diusung, dan lantas dikaitkan dengan narkoba, alkohol, serta kekerasan. Benarkah begitu?

"Underground" adalah GOR Saparua. GOR Saparua adalah underground. Seberapa banyak dari Anda sulit membedakan kedua kata di atas. Mana yang diterangkan, mana yang menerangkan.

Ya, underground tentunya tak lepas dari peran GOR Saparua yang menjadi saksi bisu masa keemasan scene (baca: pergerakan) musik itu di Bandung. Kita tentu mengingat betapa ingar bingar musik cadas bergenre punk, hardcore, dan grindcore begitu masif di Bandung sekitar 14 tahun silam. (Pikiran Rakyat, 12/02)

Ujungberung Rebels
Namun, rasanya tak berlebihan jika membicarakan aliran bawahtanah tak menyebut-nyebut ujungberung. Pasalnya, daerah Bandung Timur itu merupakan gudangnya musisi aliran metal.
Tengoklah, dari 10 band independen di Indonesia yang tercatat majalah Hai tahun 1995, tiga di antaranya berasal dari Ujungberung. Mereka adalah Sonic Torment, Jasad, dan Sacrilegious. Label dan perusahaan rekaman yang mereka kibarkan adalah Palapa Records.

Kendati tak jelas, kata Kimung, kapan rock/metal masuk ke Ujungberung. Agaknya, sejak booming heavy metal di Indonesia pertengahan tahun 1980-an, Ujungberung tak ketinggalan tren ini. Dalam kondisi yang sangat terbatas, beberapa gelintir kaum muda Ujungberung membentuk band dan memainkan lagu-lagu band rock favorit mereka.

Kang Koeple (kakak Yayat-produser Burgerkill) dan Kang Bey (kakak Dani-Jasad) bisa disebutkan sebagai generasi awal. Pertengahan 1980-an hingga awal 1990-an, mereka memainkan lagu rock semacam Deep Purple, Led Zeppelin, Queen, dan Iron Maiden selain menciptakan lagu sendiri. (PR, 13/02)

Scumbag Begundal Hardcore Ugal-Ugalan
Pun menyoal Ujungberung Labels tak pas bila tidak menyebut-nyebut Ivan Firmansyah. Walau sudah dulu meninggalkan kita, 27 Juli 2007 silam akibat penyakit akut yang dideritanya bebarapa tahun silam. Pemakan Dangder jadi tempat peristiarahatan terakhirnya.

Ivan Firmansyah, Scumbag Begundal Hardcore Ugal-Ugalan adalah pionir pendobrak Ujungberung Rabels. Bersama bandnya, Burgerkill, ia membuat terobosan-terobosan besar yang lalu semakin mengangkat dinamika musik independent ke tataran yang lebih tiinggi dan fenomenal. Yang kemudian menjadi sangat personal, dengan segala pencapaianya, ivan tak lantas berubah menjadi sosok yang lain. Ia tetep dengan segala kerendahan hatinya, membumi bersama rereka yang mengusungnya.

Ia terlahir dari pasangan Aam Rusyana Suhandi-Dedeh Herawati di Klinik Bersalin Bidan Emma Fatimah, Jl Gegerkalong Hilir ke kediamnya di Jl Sarijadi 59/177 D. Pada tanggal 17 April 1978.

Masa kecil Ivan di besar dalam pola asuh permisif, yang membesarkanya dan melakukan apa saja tanpa kontrol yang jelas. Kurangnya perhatian itu dibarengi dengan jarangnya mendapatkan ‘kasih-sayang lebih’ dari keluarganya.

Meninjak remaja, ia acap kali berpindah asuhan. Sejatinya, figur keluarga sebagai kontol dirinya cenderung semakin pudar. Pola pikirnya selalu berubah. Tentu, sesuai dengan pola pembinaan yang didapat dari sang empunya. Dalam urusan nilai dan norma sangat berat.

Perkenalanya dengan Beby, penabuh drum Beside kala itu memikat hatinya untuk bermain musik. Kendati darah seninya telah mengalir dari Ayahnya, karena memang seorang seniman handal.

Semenjak itulah Ia kerap menghabiskan waktunya bermain musik ria. Aliran Bawahtanah menjadi gendre yang diusungnya kelak. Burgerkil jadi pelabuhan sekaligus muara dalam mengekpresikan kegelisahan, kecambuk hatinya saat mengeja persoalan yang dihadapinya.

Namun, ada yang unik dari Scumbag ini. Meski seorang pentolan kelompok Metal yang sarat pengguna dzat adiktif, tapi dalam urusan ibadah tak mau ketinggalan. Misalnya saat puasa di bulan ramadhan Ia selalu menasihati kawan-kawanya untuk teta[ shaum dan shalat. Lantunan adzan dari kejauhan terdengar agak sayup-sayup mengisaratkan pertemuan Abid dengan Sang Kholik

Aing kan geus mabok van! Sengit Bebi protes
Eh..!! mabok mah mabok. Tapi nu lima waktu kudu jalan terus, ivan menjawab tak kalah sengit.

Inilah percakapan yang mengasikan. Diakui atau tidak masa kecilnya yang dipenuhi dengan bimbingan keagamaan yang kuat membuat Ia tetap mempertahankan rutinitas ibadah. Keaktif di Ikatan Remaja Mesjid Membangun Daerah (Remamuda) Al-Hidayah; Ikatan Remaja Nurul Islam (IRNI); Ketua Ikatan Remaja Mesjid Sekolah Menengah Pertama (SMP) 12 Bandung. Melengkapi keimananya.

‘Penulis Yang Tertunda’
Satu hal lagi yang tak kalah menarik darinya, keinginya untuk menulis terpatri dalam coretan dinding kamar WC Rony salah satu kawan karibnya dan buku harianya.

Ikhtiar sekaligus mengikuti orang beradab dalam menulis terus mengebu-gebu bak api, manakala Ia mendapatkan tawaran membuat ilustrasi untuk buku ‘Tiga Angka Enam’ karya Addy Gembel (Forgoten) dari Minor Books yang dikomandoi oleh Kimung.

Mung urang oge loba tutulisan euy, bisa teu diterbitkeun kumaneh, cetusnya
Sarua jeung si Addy sih. Carita-carita tentang lirik si be-Ka lolobanamah, tapi siganamah teu siga si Addy. Urang teu bisa nyiuen siga kieu mah, kata ivan sambil menggenggam naskah

Wah lamun carita-carita tentang lirik si Be-Ka jigana bisa jadi biografi si Be-Ka nyet sok loba geningan dina buku lirik-lirik the beatles, lagu taxman misalna, iraha ditulisna, nunulisna saha, nyaritakeun naon, kritik dibalik lagu naon, kondisi band pas nyiun lagu eta jiga kumaha, kondisi masyarakat, naha lagu ditulis, jeung sajabana. Menarik sih nyet. Mung jiga kitu, antusian Kimung panjang lebar.

Heueuh nya eta ku urang oge sarua kapikiran kitu. Malah biogapi si Be-Ka mah urang haying nulsi misah deui, ivan menangapi tak kalah antusias.

Enya sok atuh kari tuliskeun!
Bisa aing nulis. Hehehe! Enya eta, urang the teu bisa nuliskeuna, euy. Kumaha mun urang anu ngomong, maneh anu nulis.

Wah hese atuh euy. Tuliskeun mah tuliskeun wae. Kajeun ku urang diedit. Manehmah nulis hajar-hajar weh tong sieun salah tinggal si Gembel oge rea pisan salahna, salah ketik, salah struktur kalimat, cuek weh! Kan aya editor, kilahnya

Heueuhlah ku urang dicobaan heula dituliskeun. Ngke lamu urang butuh bantuan omat bantuan urang, harapanya.

Keterlibatanya dalam dunia tarik suara tak bisa diragukan lagi. Band Burgerkill tak bisa dipisahkan darinya lasmana dua sisi mata uang. Kegigihanya dalam berdendang menorehkan beberapa karya monumental. Hingga kini terkenang dalam ingatan pecinta musik underground, diantaranya; “DUA SISI” MC Album, Riotic Records, (2000), “BERKARAT” MC & CD Album, Sony Music Ent. Indonesia, (2003), “DUA SISI REPACKED” MC & CD Album, Sony Music Ent. Indonesia, (2005), “BEYOND COMA AND DESPAIR” MC & CD Album, Revolt! Records, (2006)

Beberapa penghargaan pun telah diraihnya; Nominator “Band Independent Terbaik” versi majalah NEWSMUSIK Indonesia, (2000),

Exclusive 1 year Endorsement “PUMA Sports Apparel” USA, (2001), Exclusive 2 year Endorsement “INSIGHT Clothing” Australia, (2002),

Award “Best Metal Production” (“Berkarat”, Sony Music Ent.), AMI AWARDS, (2004), Salah satu Album Terbaik (“Beyond Coma…”, Revolt! Records) versi majalah RIPPLE Indonesia, (2006), 20 Album Indonesia Terbaik (“Beyond Coma…”, Revolt! Records) versi majalah ROLLING STONE Indonesia, (2006), Original Soundtrack “Hantu Jeruk Purut” Movie, Indika Film, (2006), Original Soundtrack “Malam Jum'at Kliwon” Movie, Indika Film, (2007).

Di tengah-tengat derasnya arus pelabelan dan mudahnya menjadi seleb mendadak. Scumbag bareng Burgerkill saat teken kontrak selama 6 album dengan Sony Music, malah rela meninggalkan produksi recor ternama itu dan kembali ke Indi.

Keputusan inilah yang menjadi decak kagum, Gustaff H Iskandar, Seniman bekerja untuk Bandung Center For New Media Arts Common Room Networks Foundation di prolog buku Based On True Story My Self Scumbag (Beyond Life And Death) (2007;365)

Namun keterbatasan inilah yang justru malah membina mereka menjadi musisi-musisi yang konsisten diranah idealisme yang tinggi. Terkondisikan oleh gesekan-gesekan dari lingkungan sekitar, membuat mental musisi-musisi Ujungberung menjadi kuat. Ini terbukti hingga sekarang mereka tetap konsisten memainkan musik yang mereka sukai, tidak terpancing oleh arus trend yang global. Justru merekalah yang kemudian menciptakan trend di kalangan musisi underground Bandung, Bahkan Indonesia.

Dengan demikian, kiranya kita menghargai sekaligus mendukung tumbuh berkembangya pelbagai aliran musik di Indonesia sebagai khazanah kebudayaan yang tak ternilai harganya. Sebab peradaban suatu bangsa terlihat dari seberapa jauh kita menghargai karya budaya anak negeri. Semoga. [Ibn Ghifarie, Mahasiswa Studi Agama-Agama Fakultas Filsafat dan Teologi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung dan Pemerhati musik bawahtanah]

Cag Rampes, Pojok Sekre Kere, 12/02/08;22.39 wib dan 13/02/08;16.57 wib
×
Berita Terbaru Update