-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kitab (4)

Thursday, March 10, 2011 | March 10, 2011 WIB Last Updated 2011-03-11T02:21:55Z
Kehidupan Harmonis
Oleh IBN GHIFARIE
(Artikel ini dimuat pada Opini Pikiran Rakyat edisi 04 Maret 2011)

Menjamurnya deklarasi damai dan kerukunan antarumat bergama di Jawa Barat (Bandung, Garut, Sukabumi, Cianjur,Tasikmalaya, Cirebon) pascatragedi Cikeusik, Temanggung, Sidoarjo merupakan upaya memerangi perilaku kekerasan atas nama agama.

Setiap ajaran agama mengajarkan umatnya untuk selalu berbuat kebajikan, kebijaksanaan, kedamaian, saling menghormati, menghargai dan melarang pengikutnya melakukan segala tindakan kejahatan sekaligus tidak dibenarkan dalam merusak tempat ibadah, hingga menghilangkan nyawa orang.

Sejatinya, kehadiran perayaan hari raya Nyepi 1933 Saka yang jatuh pada tanggal 05 Maret 2011 harus menjadi modal utama dalam membangun (kehidupan) keharmonisan dialog antaragama dan membawa pesan kedamaian bagi kerukunan hidup beragama di Bumi Pertiwi yang kian pudar.

Berkah Nyepi
Segenap umat Hindu di mana pun berada meyakini keharmonisan dan perdamaian sebagai berkah terpenting dalam perayaan Nyepi. Ingat, perayaan Tahun Baru Saka selalu bertepatan dengan tanggal satu bulan kesepuluh (Eka Sukla Paksa Waisak), sehari setelah Tilem Kasanga (Panca Dasi Krsna Paksa Caitra). Berkat kegigihan Raja Kaniskha dari Dinasti Kushana, suku bangsa Yuehchi, pada 78 atau 79 Masehi peresmian Nyepi akhirnya dimulai dan dilaksanakan secara besar-besaran.

Dalam perjalannanya beberapa tahapan upacara pun harus dilakukan. Pertama, Melasti (pertobatan). Kedua, Tawur Agung (mengembalikan keseimbangan alam, manusia). Ketiga, Brata Penyepian (empat ritual puasa: amati geni/tidak menyalakan api, amati karya/tidak melakukan pekerjaan sehari-hari, amati lelungan/tidak bepergian, amati lelanguan/tidak menghibur diri serta tidak boleh memasak dan memakai lampu penerangan). Keempat, Ngembak Geni (melakukan darma santi/ibadah sosial berupa silaturahim kepada sanak kerabat dan tetangga).

Cita-cita agung dari perayaan ini adalah mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin (jagadhita dan moksa), terbinanya kehidupan yang berlandaskan kebenaran (satyan), kesucian (siwam), kedamaian (sundaram) keharmonisan dan keindahan (sundaram).

Kuatnya, usaha untuk menjalankan ajaran Hindu dalam kehidupan sehar-hari, maka Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) menggelar acara Dharma Santi Nyepi Tahun Saka 1933 (2011) bertajuk “Dengan Melaksanakan Catur Brata Nyepi Kita Wujudkan Kehidupan yang Harmonis, Damai dan Sejahtera” di di GOR Ahamd Yani, Mabes TNI Cilangkap, 20 Maret 2011.

Perayaan Hari Raya Nyepi merupakan salah satu perwujudan pengalaman ajaran agama sebagai sikap bhakti kehadapan Hyang Widhi Wasa dan memberikan makna bagi eksistensi umat Hindu di tengah-tengah bangsa yang majemuk dengan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui jalur kehidupan beragama.

Semakin merosotnya nilai-nilai moral dan etika di masyarakat, kurangnya rasa setiakawanan dan menurunnya rasa kebersamaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi penghambat pembangunan bangsa dalam berbagai bidang dan menghambat upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan.

Hendaknya Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1933 dijadikan momentum untuk mawas diri, merenungkan dalam suasana hening dharma bhakti yang patut dilaksanakn pada tahun yang silam guna membangun kehidupan masyarakat yang lebih harmonis, damai dan sejahtera. (Kerangka Acuan Dharma Santi Nasional Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 19933 Masyarakat-KORPRI-TNI-POLRI)

Pentingnya hidup, damai, harmonis, toleran dan saling menghargai orang lain termaktub dalam Bhagawadgita, 4:11; Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku, Aku memberinya nugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku dengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna)

Kiranya kita harus mendengungkan pesan Mahatma Gandhi saat ditanya apakah menurutnya antikekerasan sungguh-sungguh cara terbaik untuk menyelesaikan konflik. “Tidak” jawabnya. “Antikekerasan bukanlah cara terbaik, melainkan satu-satunya cara”

Mudah-mudahan segala bentuk kekerasan atas nama apa pun di bumi hanguskan dari nusantara. Inilah makna terdalam Nyepi dalam mewujudkna kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara yang harmonis, damai dan sejahtera. Selamat Hari Raya Nyepi 1933.

IBN GHIFARIE, Mahasiswa Pascasarjana UIN SGD Bandung program Religious Studies dan bergiat di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung.
×
Berita Terbaru Update