-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Puasa, Perisai Budaya Konsumtif di Era Digital

Monday, May 17, 2021 | May 17, 2021 WIB Last Updated 2021-05-27T03:18:45Z


GHIFARIE-Bila kita menyaksikan iklan di bulan puasa, ada diskon besar-berasan di pasar daring (marketplace) seperti shopee big ramadan sale, lazada ramadan sale, promo ramadhan gojek, blibli hikmah ramadhan. Seolah-olah menegaskan perilaku (budaya) konsumtif muslim di bulan ramadhan semakin tinggi.

Pasalnya, hasil Neurosensum Ramadhan Survey 2021 menunjukkan sinyal peningkatan pembelian yang dilakukan oleh konsumen menjelang Ramadhan. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2020) aktivitas belanja digital selama Ramadhan 2021 justru meningkat dari 33 persen menjadi 37 persen.

Adapun Neurosensum Annual Ramadan Spending Tracker 2021 telah menyimpulkan hal tersebut berdasar data terbaru. Penemuan barang yang dicari konsumen (82 persen); riset produk (80 persen), mencari diskon (69 persen), pembelian produk (66 persen).

Parahnya, hasil Asosiasi e-commerce Indonesia (IdEA) menunjukkan tren belanja online di pekan pertama Ramadhan naik dua kali lipat. Dengan konsumen  terbesar di kalangan milenial.

36 persen ada pada rentang usia 15-24 tahun; 34 persen lainnya pada kelompok umur 25-34 tahun;  untuk kategori ‘dewasa’  pada rentang usia 35-44 tahun hanya berkisar 19 persen.

Paradoks Puasa
Padahal salah satu hikmah dari puasa itu umat Islam diharapkan dapat mengontrol diri dari banyaknya produk yang ditawarkan berbagai perusahaan marketplace.

Pada hakikatnya puasa itu perintah Allah SWT agar kita dapat mengendalikan nafsu seseorang dari perilaku konsumtif. Ingat, ibadah puasa yang dilaksanakan umat Muslim selama Ramadhan dengan menahan makan, minum, dan hubungan seksual dapat dimaknai untuk menahan perilaku konsumtif.

Puasa seyogyanya membangun keintiman seorang makhluk dengan Sang Khaliq, mencapai ketakwaan, memumpa produktifitas, menyehatkan, menyejahterakan, dan membangun solidaritas. Pasalnya, saat ibadah puasa seseorang berinteraksi secara langsung, jujur dan spesial dengan Allah Swt, sehingga mendapat ridha-Nya.

Sejatinya saat berpuasa seseorang mengurangi jadwal dan jumlah konsumsi, sehingga lebih sehat, perut lebih stabi. Banyak waktu untuk berkarya dan dapat merasakan betapa penderitaan menahan lapar dan haus, hingga terketuk hatinya untuk berbagi sebagai rasa solidaritas kemanusiaan.

Nyatanya fenomena puasa sering kali berlawanan dan paradoks antara nilai dengan realitanya. Acapkali orang berpuasa hanya rutinitas keagamaan tahunan, tidak makan, tidak minum dan tidak bersetubuh di siang hari.

Akan tetapi prilakunya tidak ada perubahan, pikiran dan hatinya tidak dibersihkan dari rasa hasud. Alhasil  puasa tidak memberi efek perubahan dalam hidupnya.

Uniknya, saat bulan Ramadhan seyogyanya bahan pokok lebih murah dan lebih banyak persediaan karena puasa mengurangi kebutuhan konsumsi. Nyatanya, harga bahan pokok dan kebutuhan beranjak naik.

Ini menunjukkan bahwa permintaan bahan pokok meningkat sekaligus menimbulkan kenaikan harga. Dengan demikian, pelaksanaan puasa tidak membuat pengurangan konsumsi justru malah meningkat tajam.

Hakikat Puasa
Puasa menambah produktifitas tetapi kenapa sering menjadi alasan untuk menghentikan banyak aktifitas karena alasan puasa. Padahal saat berpuasa seseorang menstabilkan konsumsi, memperbanyak gerak dengan banyak beribadah sehingga tubuh dan rohani dibersihkan.

Akan tetapi nyatanya acapkali orang yang berbuka malah “balas dendam” dengan mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam dan berlebihan. Alhasil, saat puasa tak ubahnya hanya meubah jadwal makan di siang hari menjadi makan di malam hari tidak berkurang sedikitpun bahkan bertambah.

Puasa semestinya dapat membangkitkan rasa solidaritas. Sebab saat berpuasa dapat merasakan pedihnya lapar dan haus yang diderita oleh orang yang tidak mampu. Anehnya, justru orang yang berpuasa malah lebihan banyak mengkonsumsi saat berbuka, sahur, sampai-sampai  makanannya jadi basi dan terbuang karena banyak dimasak, dihidangkan.(KH. Cholil Nafis, Lc., Ph.D, 2015:87-89)

Risalah ajaran Islam menganjurkan untuk tidak taqtir (kikir), israf (boros), tabdzir (membazir), itraf (mewah) dalam menggunakan harta kekayaan. Sebab Islam mengajarkan hidup sederhana untuk urusan membelanjakan harta. Sejatinya, keberadaan pemerintah berkewajiban untuk menegakkan maslahah agar bahaya kikir, boros dan membazir tidak menjadi kebiasaan di kalangan umat. (Mahmud Syaltut, 1996: 65).

Hasil survei Murtadho Ridwan dan Irsad Andriyanto tentang sikap boros menunjukkan mayoritas konsumsi harian keluarga Muslim di bulan Ramadhan mengalami peningkatan. Peningkatan ini hadir untuk memenuhi kebutuhan empat sehat lima sempurna.

Tentunya, makanan yang disediakan keluarga Muslim saat Ramadhan harus sesuai kebutuhan sehingga tidak ada yang mubadzir. Untuk yang memiliki sisa makanan lebih dapat dimanfaatkan hewan peliharaan, supaya tidak digolongkan sikap boros.

Sementara perilaku yang dikategorikan boros dan terlarang itu hanya dilakukan oleh satu responden. (Al-Amwal: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah 2019 Vol 11 (2): 272-284)

Kendalikan Perilaku Konsumtif
Allah SWT melarang hambanya untuk berlebih-lebihan, baik dalam urusan ibadah maupun aktivitas sehari-hari, seperti belanja di pasar (supermarket, mall, marketplace). Melalui puasa Ramadhan setiap muslim seyogianya mampu melatih diri untuk tidak makan, minum secara berlebih-lebihan yang berusaha agar mampu mengendalikan berperilaku konsumtif.

Secara sederhana perilaku konsumtif dapat dilihat dari kebiasaan membeli, menggunakan barang tanpa pertimbangan (kebutuhan) mendasar justru bersumber dari keinginan, hawa nafsu belaka.

Untuk bulan Ramadhan tahun kedua di tengah-tengah pandemi Covid-19, kecenderungan berlebihan ini sudah dimulai dari pengaturan menu makanan saat berbuka puasa dan sahur. Termasuk persiapan dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri.

Memang godaan untuk berbelanja menjelang Hari Raya Idul Fitri dengan iklan diskon gede-gedean mana kuat, kecuali berusaha menjadikan puasa sebagai tameng untuk menangkal budaya konsumtif. Alquran surah Al-Isra ayat 27 mengingatkan kepada kita semua tentang sikap boros  (berlebihan) merupakan saudara setan dan diperinhankan untuk sederhana.

Kita pun bahkan dianjurkan untuk berbagi pada saat sempit maupun lapang. Sebab selama puasa sebulan ini berbagi, bersedekah menjadi amalan istimewa yang mendatangkan banyak kebaikan.

Mari kita jadikan bulan Ramadhan sebagai ladang amal kebaikan, sedekah, berbagi kebahagiaan,  menebar sikap kedermawanan antar sesama manusia. Bukan malah berpoya-poya membeli barang belanjaan secara berlebihan (boros). Sudah saat menjalani puasa dengan sederhana.

Kini saatnya berpuasa belanja di era digital dengan secukupnya sesuai kebutuhan karena saat membeli langsung ke pasar (mal, supermarket) berpotensi tertular penyebaran Covid-19. Meskipun sudah menerapkan protokol kesehatan, memakai masker, jaga jarak, divaksin antara penjual dan pembelinya. Lebih baik menjaga daripada mengobati.

Ibn Ghifarie, pegiat kajian agama dan media di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung

×
Berita Terbaru Update