Menara Gading UIN SGD Bandung
Oleh Ibn Ghifarie
Oleh Ibn Ghifarie
Perubahan IAIN menjadi UIN tak berbanding lurus dengan kebesaran namanya. Bila dulu pada saat IAIN hilir mudik kendaraan bermotor yang dapat menggangu proses belajar mengajar dapat diatasi dengan adanya Area Parkir.
Kini, dalam persoalan regisrasi pun masih menggunakan alat manual. Bahkan bagi sebagian mahasiswa sistem itu dinilai semberawut. Tentu tak ada budaya antri (20/07). Padahal, dua kali setiap tahun kita selalu menjalani rutinitas tersebut. (www.uinsdg.ac.id Berita Mahasiswa 'Boro-Boro Via Bank).
Ketidakjelasan sistem, mulai dari pembayaran SPP, area parkir, kode etik mahasiswa, kurikulum, dosen, administrasi, tata-letak, kebersihan, keindahan, kenyamanan sampai lokasi para pedagang menuai pelbagai protes. Salah satunya datang dari kawanku. sebut saja, Ali mahasiswa Perbandingan Agama (PA) Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan selaku Koordinator dalam rangka (PKL) Peraktek Kerja Lapangan (11-14/07) ke UIN SGD Bandung, UNPAD, Pondok Pesantren Suryalaya dan kesultanan Gungung Djati di Cirebon, berujar "Led, kalau begini, sambil menunjukan ke ruangan Ushuluddin yang tak terawat apa bedanya UIN itu dengan IAIN disana (Raden Intan-red). Meskupun, kami sempet tercengang dengan kemegahan UIN manakla kami memasuki pintu gerbang UIN tertulis 'Universitas Islam Negeri Sunan Dunung Djati Bandung",' katanya.
Tentu, pertanyaan tersebut takku jawab kecuali dengan diam dan gelengan kepala pertanda jawabannya. Alih-alih mewujudkan 'amanah tertunda' dari kepengurusan Rektor (Endang Sutari) sebelumnya. Terkesan perpindahan status Insitut ke Universitas di paksakan dan mengidap penyakit 'Trend Universitas'. Nyatnya, peralihan IAIN menjadi UIN, tak selamanya dibarengi dengan tradisi baru dan semangat baru. Malah terkesan melestarikan budaya lama dan hanya berubah nama, tapi sama rasa. Entahlah...[Ibn Ghifarie]
Cag Rampes, Pojok Ushuluddin dan Simpang Jalan, 11/07 dan 20/07;22.57 wib.
