-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Coretan (7)

Wednesday, August 30, 2006 | August 30, 2006 WIB Last Updated 2006-08-31T00:03:58Z
Tradisi Baru UIN SGD Bandung
oleh Ibn Ghifarie

Seiring dengan perubahan IAIN menjadi UIN, tradisi lama pun diikuti dengan dengan lahirnya tradisi baru. Mulai dari penertiban administrasi, kode etik mahasiswa, diberlakukannya jam malam bagi aktivitas mahasiswa, pengalokasian pedagang, sampai pembenahan laju keluar-masuk kendaraan bermotor.
Dulu pada masa IAIN, kesemrawutan penataan parkir kendaran roda dua dan empat pun menjadi idangan setiap hari. Karenanya setiap mahasiswa yang mau masuk kuliah, dengan bebas bisa menyimpan kendaraannya tepat di dekat Fakultas. Atau bahkan nyaris berdekatan dengan kelasnya masing-masing. sehingga para pemilik kendaraan itu dapat menyaksikan secara dekat setelah kuliah. Dan, tentunya suara bising kendaraan pun kerap kali mengganggu aktivitas perkuliahan.

Lain waktu, lain lagi penemuan, beda nama sudah tentu beda aturan main. Sekarang aturan UIN tengah diberlakukan, sehingga parkir kendaraan pun dibikin di satu tempat pemangkalan.

Kini diberlakukan Area Parkir yang terpusat bagi civitas akademika yang berkendaraan, baik roda dua maupun roda empat. Hal ini tentu saja mengubah atmosfir lama yang telah begitu menyatu dengan hingar bingarnya segenap masyarakat kampus.

Pemandangan yang tak indah dipandang itu, kita bisa melihatnya di seputar; pintu gerbang kampus, dekat Pos Satpam, samping poliklinik, depan gedung Al-Jamiah dan eks Pasca, depan Fakultas masing-masing, sekira DPR (Di bawah Pohon Rindang), Mesjid Al-Iqomah, samping dan depan Kafe (Kopma) bahkan di belakang ruang belajar mengajar Fakultas Dakwah dan Fakultas Adab sekali pun.

Tradisi baru ini, ternyata menuai pelbagai protes. Pasalnya penempatan parkir umum itu lumayan jauh dari ruang kuliah. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang mahasiswa yang tidak mau disebutkan namanya, ia berujar “Ngeunah euy keur anu kuliahna di Tarbiyyah atawa di Ushuludin mah. Tapi coba keur urang anu kuliah di Dakwah cape. Geus panas terus kudu leumpang deui kahandap jauh ti motor” cetusnya.

Menyinggung penertiban parkir ini, salah seorang aktivis mahasiswa yang tak mau disebutkan namanya angkat bicara “Ah eta mah ngarah aya gawe we keur Satpam, tambah kesel dari pada cicing”, demikian ungkapnya. Ada pula yang mengomentari dari sisi lain, “Eta mah ngarah sempit ruang publik wae. Engke moal aya deui anu daremo, soalna tempat paranti aksina pinuh ku motor. Baheula DPR (Di bawah Pohon Rindang) geus teu bisa di pake kagiatan naon wae, kulantaran ngaganggu diajar!” cetus pria berperawakan tinggi itu.

Lain aktivis, lain pula Dosen UIN SGD Bandung, sebut saja Dedi (nama samaran), Ia lebih melihat dari sisi estetis area parkir baru itu, “Ok lah, memang bagus untuk menjaga ketertiban, tapi kalo dilihat view-nya agak kurang enak. Kenapa enggak dimaksimalkan aja lahan kosong di belakang?” ungkapnya. “Geus panas deuih, kudu muter heula ka Syari’ah rek ka Ushuluddin teh”, kata salah seorang Dosen Ushuluddin lainnya.

“Coba kalo dikasih terpal (tenda krei, ed), mungkin lebih enak. Kasian kan sama motornya, kepanasan” dengan gaya bicara yang penuh canda dilemparkan salah seorang karyawan Al-Jami’ah.

Ternyata penertertiban are parkir, yang tentunya dimaksudkan untuk memperindah dan menertibkan kesemrawutan yang selama ini menjadi bagian kehidupan sivitas akademika kampus UIN, melahirkan pro-kontra. (Boelldzh, Banu). [Ibn Ghifarie]

cag ah rampes, Samping Wartel 12/06;17.17 wib
×
Berita Terbaru Update