-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Goresan (2)

Wednesday, August 30, 2006 | August 30, 2006 WIB Last Updated 2006-08-31T03:17:57Z
Model Baru Sindikat Perdagangan `Benalu`
published on 21 Juni 2006 | Berita Mahasiswa

”Ini merupakan bentuk neo-perbudakan,” demikian ungkap Dedah Jubaedah dalam pembukaan acara Diskusi Publik dan Pemutaran Film bertajuk “Fenomena Trafiking (Perdagangan Perempuan).

Membicarakan Nasib SesamaPagi hari yang cerah itu, tak seperti hari-hari biasanya Aula Student Center UIN Sunan Gunung Djati dibanjiri lautan perempuan. Tak lain mereka sedang mengikuti acara Diskusi Publik dan Pemutaran Film (21/06), yang dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) UIN SGD Bandung dengan menghadirkan nara sumber; Irma Riyani, M.A (Dosen Akademik UIN SGD Bandung; Perspektif Agama), Susanti Adriyani (Forum Warga Buruh Migran/FWBM; Perspektif Hukum), Sri Mulyati, S.Sos.I (Aktivis Perempuan Bandung; Perspektif Gender) dengan dipandu oleh Abdul Khalik Mahmudi (Menteri Dalam Negeri BEM KBM UIN SGD Bandung) dan sebagai Keynote Speaker Dra. Dedah Jubaedah, M.Si (Ketua Pusat Studi Wanita UIN SGD Bandung). “Ini merupakan model baru perbudakan modern” ungkap Irma dalam mengurai penjualan perempuan.

Meskipun, Dosen lulusan Laiden Belanda itu, meningkatnya praktek Trafiking ini diakibatkan banyak faktor, di antaranya; kemiskinan, kebodohan, pengangguran, kurangnya informasi, subordinasi perempuan dalam keluarga dan masyarakat, serta sistem yang korup, sambil menyertakan fakta dan data hampir sekira 1 juta orang setiap tahun rakyat Indonesia menjadi korban trafiking, katanya. Maraknya praktik perdagangan budak itu, tambah perempuan Alumnus Tafsir Hadist itu, tidak dibenarkan dalam pandangan Islam, sebab Islam merupakan agama pembebasan. Hal ini bisa kita lihat dari pembebasan kaum Hawa dari perlakukan tidak adil dan semena-mena itu tempo dulu saat jaman jahiliyyah, paparnya.

Lebih jauh, Stap PSW itu menegaskan dalam mencegah agar tidak kembali menjadi korban, maka perlu adanya pemberdayaan masyarakat agar lebih waspada dan tidak mudah ditipu, ujarnya. Selain itu, perlu diciptakannya masyarakat yang berkeadilan, yakni mereka yang memperjuangkan sekaligus meneggakan hak-hak asasi manusia, meniadakan kerugian pada masyarakat dan mengembalikan hak-hak rakyat. sambil menyatut al-Qur’an, paparnya.

Menuruti Santi Trafiking itu, tak hanya terjadi pada perempuan dan anak-anak saja, tapi pada laki-laki pun kerap mengalami perlakuan yang sama. Semisal pekerja tenaga laki-laki di pelbagai pabrik, pertambangan dapat dikategorikan trafiking, manakala mereka diberi upah yang minim, jam kerja yang banyak, pengusaha hanya menguras tenaga mereka, katanya.

“Saya lebih enak menyebutnya tindakan kriminalitas itu bernama benalu, karena tak jelas undang-undangnya yang mengatur persoalan ini. Yang ada baru sebatas rancangan.

Menurutnya, ia membahkaan, hukum yang mengatur tentang permasalahan jual-beli korban kemanusiaan tersebut tak ada aturanya dalam hukum KUHP kita. Kalau pun ada hanya sebatas perlindungan hukum semata, mulai dari pengaturan pemalsuan dokumen, perkosaan, memberangkatkan tenaga kerja, mempekerjakan anak, sampai UU 39/2004 tentang perlindungan dan penempatan tenaga kerja keluar negeri, UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan, UU 9/1992 tentang keimigrasian, dan UU 23/2002 tentang perlindungan anak, tegas aktivis buruh migran itu.

Sri, mengutarakan perempuan merupakan kelompok yang sangat rentan mengalami trafiking. Apalagi di Indonesia sebagai pemasok utama jaringan itu, dengan tujuan eksploitasi: pelacuran, pornografi, pengemis, dan pekerja rumah tangga. Tak lain, berawal dari pemahaman kaum Hawa yang bias gender, cetusnya.

Tak hanya itu, aktivis Gender menegaskan, proses budaya propesi pun menjadi jurang pemisah pembagian kerja antar laki-laki dan perempuan. Untuk itu, kaum mojang sekarang harus masuk ke ranah-ranah publik, ramai-ramai menjadi penafsir dan kebijakan pemerintah bila ingin keluar dari lilitan akut tersebut, kata mantan Ketua LkaP GPMI itu.

Sebelum acara dimulai, putaran film hasil penelitian Yayasan Jurnal Perempuan (YJP) Jakarta di daerah sekira Kalimantan-Malayasia dan Batam-Singapura pun menjadi idangan hajatan tersebut. Sesen seminar ini mendapatkan perhatian luar bisa dari sejumlah pegiat dan pemerhati masalah agama, gender dan buruh. Namun, terselenggaranya kegiatan ini merupakan salah satu bentuk penyikapan dari maraknya penjualan perempuan, kata Ai Nina, ketua OC.

Senada dengan Ai, Novi selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan BEM UIN pun menambahkan, diadakannya acara ini salah satu upaya sosialisasi kesadaran guna menepis perdaganga trafiking. Karena sindikat ini tidak akrab di kalangan kita, bahkan wacana-wacana ini jarang kita temukan. Apalagi untuk mengali dan mengkritisi perbuatan tersebut, ungkap perempuan asal Banjaran itu.

Bagi Asep Komaruddin, Presiden BEM UIN menjelaskan, digelarnya perhelatan ini guna mengusung dalam menyikapi pelbagai persoalan perempuan. Kalau sepekan kebelakan kampus kita diramaikan dengan sejumlah acara membincang RUU APP, yang berujung pada peniadaan wanita, kata pria asal Garut itu.

Tak hanya permasalahan pornografi yang akrab dengan kaum Hawa, ternyata perlakuan ganjil bagi perempuan kita lupakan. Padahal, ini benar-benar terjadi dan marak di masyarakat, ungkap mantan Presma PAI itu. (Boelldzh)

×
Berita Terbaru Update