-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Coretan (17)

Wednesday, October 04, 2006 | October 04, 2006 WIB Last Updated 2006-10-04T08:17:12Z
Perkawinan Beda Agama: Sebuah Kemungkinan
published on 12 September 2006 | Berita Mahasiswa--oleh Ibn Ghifarie

A.H Nasution - "Saya tidak setuju terhadapat perkawinan lintas agama, manakala; pertama, sebagai modus operan trafiking. Kedua, sebagai alat politisasi agama. Ketiga, sebagi upaya melakuakan tindakan kekerasan terhadap perempuan,` demikian ungkap Siti Musdah Mulia dalam acara `Bedah Buku` Tafsir Ulang Perkawinan Lintas Agama Perspektif Perempuan dan Pluralisme dengan bertajuk `Perkawinan Lintas Agama Halal Atau Haram?"

Pagi hari yang cerah itu, tak seperti hari-hari biasanya Auditorium UIN Sunan Gunung Djati dibanjiri lautan manusia, terutama kaum hawa. Tak lain mereka sedang mengikuti acara Bedah Buku (11/09), yang dilakukan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pengkaian Ilmu Keislaman (LPIK) Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) UIN SGD Bandung dengan

Membincanga pernikahan lintas agama acapkali menuai protes. Bahkan sebagian kelompok menuntut supaya terjadinya penfsiran ulang. Bagi Ahmad Ghibson menjelaskan `Mengapa dalam golongan tertentu di umat Islam menolak nikah lintas iman itu, paling tidak ada hua hal yang melatar belakanginya; pertama, karena secara eksplisif dalam Al-Qur’an jelas bahwa perbuatan itu tak boleh dilakukan. Untuk itu, mesti bisa dan mohon dimaklumi. Pasalnya, sudah mutlak ayat tersebut.

Kedua, Faktor historis. Karena pertarungan wacana elit penguasa di Arab tempo dulu telah terjadi. Apalagai, pasca Hijrah Muhammad. Artinya nuansa-nuansa politis waktu itu di Madinah lebih kental, bahkan paket imani ini lebih kuat mengakar dalam jiwa para pejabat.

`Secara sosilogis, biasnya melahirkan konflik horizontal dalam pernikahan itu, entah anak dengan keluarga atau keluarga dengan keluarga. Asumsinya, karena nikah bukan semata ritual belaka, tapi merupakan siklus kehidupan yang sakral,`katanya.

Meski begitu, buah dari pernikahan tersebut, bukan hanya perempuan saja yang menderita, tapi laki-laki pun mengalami hal yang sama. `Untuk itu, betulkan perkawinan lintas agama dapat menyeret kita terhadap neraka?`tambahnya.

Namun, sebelum pembicara lain diberi kesempatan guna mengurai persoalan pelik dan akut itu sesuai dengan keilmuannya. Pihak panitia menggelar `silang pengalaman` pernikahan beda keyakinan tersebut. Kedua mahasiswa yang mempunyai saudaranya nikah beda agama pun menjelaskan secara rinci dan mendetail.

Walhasil, pasca perceraian pihak laki-laki kembali lagi pada agama semula. Kalaupun, tidak bisa biasanya buah hati mereka harus mengikuti jejak agama bapaknya.

`Buku ini bagus sekali dan berani menggkat masalah peka, bahkan terbilang kontroversial,`paprnya.

`Jujur saja dalam agama Kristen pun terdapat dua kelompok. Pertama, mereka yang menolak beranggapan salah, cacat, jangan seimbang. Kedua, mereka yang tak merasa cacat dalam keagamaan. Walaupun kedua-duanya berasal dari surat Paulus I dan II kepada Paolintus,`Nah, disililah peranan penafsiran dalam melakukan tafsir terhadap teks tersebut,`tambahnya.

Menyingung masalah pernikahan Ia berujar, bahwa dalam Kristen nikah merupakan kontrak social. Terlebih lagi, nikah beda agama, boleh asalkan ada satu pikah dari Kristen, maka pemberkatan pun berlangsung, ucapnya.

Lain Protestan (Pasundan), lain pula Katolik. Matias pun angkat bicara, pernikahan dalam katolik merupakan suatu peristiwa yang diberkati nilai-nilai luhur Tuhan, bahkan sebagai symbol cinta kasih Allah (Ilahi) dengan manusia (insani). Maka dalam pernikahan campur pun tidak dianjurkan. Pasalnya, prinsif Katolik cukup satu dan seumur hidup, tegasnya.

Mesti begitu, bila tak bertentangan dengan keuskupan suatu daerah tertentu dan dapat dipertanggungjawabkan, maka akan mendapatkan dispensasi, izin bahkan diberkati pernikahanya,`jelasnya.

Bagi Musdah Mulia yang mencoba menguraikan dari Al-Qur’an melalui metode tafsir tematiknya. Ia menjelaskan, terdapat beberapa ayat yang tak memperbolehkan nikah beda keyakinan itu bersumber dari; (Q.S Al-Baqarah:221) akan mengiring kamu masuk neraka. Karena termasuk kategori Musyrik. (Q.S Al-Maidah:05) terkecuali Ahlul Kitab. (Q.S Al-Muntahanah:10) karena digolongkan kepada Kafir.

`Pertanyaanya sekarang Kafir, Ahlul Kitab dan musyrik yang mana dalam ayat tersebut? Atau jangan-jangan malah kita yang hadir disini termasuk dalam kelompok tersebut. Namun, karena mentalitas keberagamaan kita bersifat politik pedagang. Hanya mau untung, ga mau buntung. Artinya kenapa kita merasa senang bila orang lain masuk agama kita dan murka manakala terdapat saudara kita yang pindah atau keluar agama.` tegasnya.

Menyoal solusi pernikahan beda agama, Ia mencoba membuat konseling atau bimbingan terhadap pelaku nikah tersebut. Tak lain guna memberikan pemahaman supaya lebih arif, toleran, elegan, bertangungjawab dan penuh kesadaran dalam membangun bahtera kehidupan, katanya.

Selain itu, `Meminta izin terhadap pengadilan supaya melakukan penelitian, sosialisasi resiko melakukan perkawinan lintas iman, hingga akhirnya tak ada lagi modus klise bernama `konvensi pura-pura` dalam nikah tersebut,` tuturnya.

Senada dengan Musdah, Ferly pun menambahkan `Mestinya ada upaya sosialisasi dari dampak pernikahan serta adanya upaya mendialogkan antara teks dengan konteks,`

Suasana peluncuran buku pun, mendapatkan perhatian lebih dari civitas akademik. Meskipun terdapat kegiatan serupa pada saat itu, mulai dari pergelaran shalat khusu yang diadakan oleh lembaga Seni Beladiri Hikmatul Iman di Mesjid Iqomah UIN SGD, sampai Cara Efektif Belajar di Perguruan Tinggi oleh UKM Lembaga Dakwah Mahasiswa (LDM) KBM UIN SGD.

Sikap awam dan naif dalam dialog antar agama di kalangan umat Islam tampaknya masih menggejala. Hal ini tampak dalam sejumlah pertanyaan yang cenderung melakukan “penyerangan” terhadap sistem ajaran lain. Hal ini bisa disimak dari pertanyaan-pertanyaan klise seperti: Mengapa pernikahan lintas agama itu di perbincangkan lagi? Padahal sudah jelas lebih baik hamba sahaya, dari pada orang-orang Kafir, Musrik dan Ahlul Kitab? Apakah nikah itu merupakan kontrak sosial semata? Lantas posisi Tuhan dimana? Fungsi agama itu untuk apa? Apakah untuk status atau komoditi belaka? Akad nikahnya seperti apa? Apakah tercatat dalam hukum tata negara tidak? Sudah jelas perempaun itu lemah, penggoda, dan diciptakan untuk kaum adam?

Nyatanya, pernikahan beda agama masih menyimpan sederetan persoalan mulai dari susahnya pembuatan surat nikah, pencatatan anak, akta kelahiran, KTP (Kartu Tanda Penduduk), melanjutkan sekolah, sampai mendapat gunjingan, cacian, makian, dari sanak keluarga atau masyarakat sekitar. Walaupun, tak secara eksplisit pelarang nikah campur ad dalam UU pernikahan tersebut.

Untuk itu, dalam islam pernikahan harus dijadikan sebagai pedoman dasar dalam kehidupan dalam bingkai secara makro, mulai dari; ikatan amat serius, mawaddah, warahmah, saling berupaya membangun sifat sopan santun antar dua pihak, melindungi dan melengkapi, sampai monogamy cinta luhur dan mulia, papar Musdah dalam menutup kegiatan bedah buku tersebut. (Boelldzh PusInfoKomp)

Cag Rampes,Pojok Auditorium, 11/09;12.23 wib
×
Berita Terbaru Update