-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Suhuf (15)

Sunday, January 14, 2007 | January 14, 2007 WIB Last Updated 2007-01-14T17:30:30Z
Bakri Pahlawan Bangsa
Oleh Ibn Ghifarie


'Ledzh, naha bener eta anu mangihan kahiji pesawat (Serpihan Ekor-red) Adam Air teh Nelayan urang, lain bangsa Amerika atawa Singapura pan!'
ungkap Sutisna, Mahasiswa Aqidah Filsafat UIN SGD Bandung.

'Coba lamun lain bangsa urang anu mangihan. Sigan nagara urang bakal di kumaha keun ku nagara lain,' tambahnya.

Lontaran kata-kata itu, tentu saja menghangatkan kecerian kami. Pasalnya, semenjak penerimaan Anggota Baru Angkatan XI (Ta'aruf Generasi Baru) belum terdapat diskusi guna membincang pelabagai persoalan di sekretariat LPIK (Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman). Entah menyoal Kampus; kepemimpinan KBM (Keluarga Besar Mahasiswa), evaluasi internal (LPIK), tenggelamnya KM Senopati, tergelincirnya Adam Air, Banjir dan gempa yang terus menerpa Bumi Pertiwi.

Padahal, dahulu obrolan ringan pelepas kepenatan dari segala rutinitas keseharian sering kita lakukan. Laksanama makan. Kini, mulai ditinggalkan. Kecuali terlebih dahulu ada undangan dari kepegurusan. Pastilah, anggota, pengurus dan alumni hadir dalam acara ngawadul tersebut.

Semula tak ada jawaban dariku. Kecuali anggukan kepala sebagai pertanda membenarkan temuan tersebut. Sejurus kemudian, ngahuntu tergelincirnya, pesawat Boing 737-400 mulai merambah kesana-kemari bak kentut saja. Hingga ke pencitraan harkat martabat Indonesia.

Bayangkan, bila orang pertama yang menemukan bangkai pesawat tersebut bangsa Amerika sebagai contoh. Pastilah negara Zamrud Katulistiwa akan tergantung kepada negara Adi Kuasa tersebut. Segala persoalan tek-tek bengek apapun harus meminta bantu ke negara Paman Sam.

Namun, guratan nasib berkata lain. Kali pertama yang menemukan serpihan pesawat itu bernama Bakri, seorang nelayan tradisional. Tak menggunakan peralatan canggih berbasis teknologi. Sistem pendeketsian radar sejak dini apalagi.

Yang jelas, berkat temuan sang nelayan itu, misteri hilangnya AdamAir dalam perjalanan Surabaya-Manado awal Januari lalu, sedikit demi sedikit mulai terkuak. Kita berharap seluruh misteri hilangnya pesawat itu terungkap.

Meski, terlebih dahulu hasil temuan buntut pesawat itu harus dilaporkan ke Komandan Lapangan Udara Hassanuddin Marsekal Pertama Edy Suyanto. Ia kemudian mengembangkan temuan Bakri bersama pasukan asing guna pencarian pesawat nahas tersebut.

Alhasil, tim Amerika dan Singapura pun tak bisa berbuat banyak. Selain secara bersama-sama menyisir daerah penemuan barang tersebut.

Dengan demikian, kisah penemuan ekor pesawat menyelamatkan muka bangsa dari rasa malu sekaligus mengukuhkan harkat bangsa Indonesia dari sebutan negara terbelakang.

Karena itu, sudah amat tepat Wakil Presiden M Jusuf Kalla secara spontan memberikan penghargaan kepada sang nelayan itu. Sebab, berapa harga diri bangsa yang harus dibayar jika yang menemukan pesawat bukan bangsa sendiri? Sekurang-kurangnya kita akan membayarnya dengan rasa malu. Seperti yang dilansir Editorial Media Indonesia (14/01) "Saya takut kalau yang menemukan lebih dulu orang asing," kata Wapres.

Tentu saja, penemuan itu menampar keras muka pemerintah. Sebab penguasa hanya menerima bantua dari bangsa asing. Nelayan, tak begitu dilibatkan dalam proses pencarian pesawat Adam Air. Padahal, orang-orang baharilah yang paham betul bagaimana laut harus disikapi dan 'ditaklukkan'.

Singkat kata, bangsa kita kaya pengarung lautan lepas dan meneguhkan kembali Nenek Moyang Nusantara adalah Pelaut.

obrolan siang pun, mulai tak ramai, hingga satu persatu meninggalkan ruang 2x3 m tersebut. Terlebih lagi, kawan yang lain memangilnya 'Dahar, dahar euy. Sangu geus asak yeuh!'. Semuanya, sirna dihadapan tumpukan nasi putih dengan seonggok bala-bala Alakadarna. [Ibn Ghifarie]

Cag Rampes, Pojok Sekre Kere, 13/01;12.46 wib dan 14/01;06.37
×
Berita Terbaru Update