-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Suhuf (4)

Friday, January 05, 2007 | January 05, 2007 WIB Last Updated 2007-01-05T13:25:56Z
Haji Tersandung Katering
Oleh Ibn Ghifarie

Lagi, penyelenggaraan haji menuai kontroversi. Bila tempo dulu, sebagian umat islam mempertaruhkan nyawa guna melaksanakan pelbagai rukun dan syarat haji. Meski harus rela saling berdesakan dengan semua umat dari penjuru dunia. Hingga menyandang gelar haji mabrur.

Terlebih lagi, kuatnya pemahaman sebagian masyarakat bila meninggal di Tanah Suci dalam mencari ridha Allah sekaligus di makamkan disana. Hal itu lebih baik daripada mati di tanah kelahirannya.

Kini,kontroversi pelaksanaan Rukun Islam kelima itu terulang kembali. Pasalnya, ratusan ribu jemaah Indonesia tidak mendapatkan pasokan makan saat melakukan wukuf di Padang Arafah hingga keberangkatan mereka ke Mina untuk melempar jumrah. Selama lebih dari 30 jam, sebanyak 189 ribu jemaah sejak Kamis sampai Sabtu (28-30/12) terpaksa menahan lapar karena ransum makanan tidak datang.

Ironis. Peristiwa itu sungguh sebuah tragedi. Meski kejadian yang memilukan ini, kali pertama dalam sepanjang sejarah penyelenggaraan haji, ratusan ribu jemaah Indonesia kelaparan karena tiadanya pasokan makanan.

Konon, musibah itu berawal ketika Panitia Ibadah Haji Indonesia di Arab Saudi menunjuk katering Ana for Development Est sebagai perusahaan yang memasok makanan bagi jemaah asal Indonesia. Sebelumnya, panitia selalu menggunakan Muasasah (lembaga pelayanan haji) Asia Tenggara yang sudah puluhan tahun melayani haji Indonesia.

Pengalihan itu dilakukan karena katering Ana menawarkan harga lebih murah daripada muasasah sebelumnya, dengan selisih harga 50 riyal atau sekitar Rp115 ribu per jemaah. Untuk 15 kali makan di Arafah dan Mina, katering Ana mematok harga SR250 per jemaah, sedangkan harga dari muasasah mencapai SR300.

Namun, ternyata katering Ana tidak mampu menyediakan makanan saat jemaah haji Indonesia berbondong-bondong ke Padang Arafah untuk melakukan wukuf. Padahal, wukuf termasuk prosesi ibadah yang membutuhkan keandalan fisik karena jemaah harus berjalan di Padang Arafah yang luas. Akibatnya, sejumlah jemaah jatuh pingsan karena kelaparan saat melakukan prosesi itu. (Media Indonesia,04/04)

Dengan demikian, terjadinya malapetaka itu dapat memalukan martabat bangsa Indonesia dalam mengelola rukun islam kelima tersebut.
Padahal, tak sedikit uang yang harus dikekuarkan oleh setiap jemaah haji. Sampai-sampai orang lain beranggapan ongkos naik Bumi Pertiwi lebih mahal bila dibandingkan dengan negara tetangga.

Sudah tentu, melambungnya harga haji harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai, bukan malah prosesi ibadah itu dijadikan sebagai ajang bisnis tahunan pemerintah. Demi merauk keuntungan sesaat.

Terlebih lagi, berkenaan dengan isi perut. Sebab kekosongan makanan selain berakibat tak afdhlnya menjalankan perintah Tuhan guna meraih kebahagian hakiki kelak. Nyatanya, kelaparan dapat mendekatkan diri kita kepada kekafiran. Pertikain antar saurada seiman apalagi.

Pendek kata, terjadinya kelaparan itu menandakan pemerintah tak bisa mengelola ibadah haji dengan baik. Tawaran katering terrendah pun menjadi tumpuan pejabat lalim tersebut. Meski menuai kontroversi sekaligus menjadi objek bagi pemodal gunamemperlakukan semena-mena. Haruskah, kelahir menejemen haji dibayar mahal dengan kelaparan? [Ibn Ghifarie]


Cag Rampes, Pojok Sekre Kere,04/01;06.39 wib
×
Berita Terbaru Update