-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Suhuf (4)

Friday, June 15, 2007 | June 15, 2007 WIB Last Updated 2008-01-30T20:49:49Z
Menggugat MUI, Menggurat JarIK Di Kampus Islam
Oleh Ibn Ghifarie

Sejatinya kehadiran SPL (Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme) dapat mengatasi persoalan keterpurukan bangsa. Mulai dari krisis kepercayaan, ekonomi, politik, sosial sampai budaya sekalipun.

Kini, malah menuai protes dari pelbagai kalangan muslim. Salah satunya lembaga tertinggi ulama Indonesia yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesaia (MUI).

Adalah Komisi Fatwa MUI menetapkan 1 Fatwa MUI (2005) dalam Musyawarah Nasional (Munas) yang ke-7. Antara lain Liberalisme, Pluralisme dan Sekulerisme (poin ketujuh).

SPL Ala MUI
Menanggapi perkembangan pemikiran Islam tentang liberalisme, sekularisme dan pluralisme, adalah haram dengan definisi liberalisme adalah pemikiran Islam yang menggunakan pikiran manusia secara bebas, bukan pemikiran yang dilandaskan agama.

Sekularisme merupakan paham yang menganggap agama hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan. Sementara, hubungan antara manusia dengan manusia tak bisa diatur agama.

Pluralisme diharamkan karena menganut paham semua agama adalah sama dan bahwa agama bersifat relatif dan tidak ada yang boleh mengklaim agamanya adalah agama yang paling benar. Padahal seseorang beragama karena keyakinannya akan suatu kebenaran.

"Yang boleh adalah pluralitas bahwa kenyataan masyarakat memiliki agama yang berbeda-beda dan karenanya harus saling menghormati dan berdampingan dengan baik," katanya. (Kompas, 28 juli 2005)

Tentu dengan dikeluarkanya Fatwa sakti itu membuat kelomok islam minoritas yang tidak sesuai dengan kebanyakan masyarakat, kena getahnya. Betapa tidak, mereka acapkali di kucilkan, di hancurkan rumah beserta tempat ibadahnya, hingga di seret sampai ajal menjemputnya.

Lihat saja, pengrusakan kampus Universitas Mubarak di Parung Bogor akibat dianggap bagian dari aliran Ahmadiyyah, Yusman Roy (Shalat dua bahasa) dan Lia Eden harus rela bermukim di hotel predeo akibat mencematkan sekaligus melecehkan agama, Alih ulama terkemuka di Bobojong, Bogor harus kehilangan nyawanya. Karena menyebarkan risalah yang dapat meresahkan masyarakat luas dan menafikan Tuhan. Badanya hancur berkeping-keping akibat diseret masyarakat sekitar 700 meter.

Kampus Islam; Menolak SPL
Tak hanya dimasyarakat. Di lembaga pendidikan pun perilaku yang sama kerapkali terjadi. Tengok saja, hasil liputan Adian Husain dalam Catatan Akhir Pekan (CAP) kerjasama antara Radio Dakta Fm dan www.hidayatullah.com

Kampus Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG) dicap sebagai ’kolot’, ’ekstrim’, ’tidak progresif’, dan sebagainya, karena tidak mengamini paham Pluralisme Agama.

Saat Seminar Sehari bertajuk `Masa Depan Kebebasan Beragama Di Indonesia’ (28/05), yang dilakukan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pengkaian Ilmu Keislaman (LPIK) Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) UIN SGD Bandung bekerja sama dengan Jaringan Islam Kampus (JarIK) Bandung.

Menghadirkan Nara Sumber; Prof Dr Kautsar Azhari Noer (Guru Besar Perbandingan Agama UIN Sarif Hidayatullah Jakarta; Perspektif Lintas Iman), Dr Afif Muhammad (Direktur Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung; Perspektif Akademisi), Iqbal Hasanuddin (Perwakilan Direktur Lembaga Studi Agama dan Filsafat Jakarta; Perspektif Kebijakan Negara) dengan dipandu oleh Tedi Taufiq Rahman (Koordintor JarIK Bandung).
Kendati tak terjadi bentrokan. Karena kultur Bandung tak akan terjadi adu jotos. Melaikan dengan adanya acara tandingan atau adu wacana via opini publik saat berlangsung kegiatan.

Dalam selembaranya LSPI (Lembaga Studi Politik Islam) UIN SGD Bandung mengurai Pluralisme Atau Pluralitas??? (Pandangan Islam Tentang Pluralisme).

Indonesaia negara beragam dengan selogan Bhineka Tunggal Ika. Mulai dari suku, adat, bahasa dan agama. Keragaman ini merupakan anugerah yang patut kita sukuri karena dengan beragamnya kebudayaan, suku, adat dan agama kita jadi belajar untuk menghormati dan menhargai sesama. Inilah yang di sebut pluralitas. Ok kit akui itu.

Ketika QS Al-Hujurat:13; yang menunjukan adalnya pluralitas manusia dari segi syuub dan qobail, atau di ayat lain darui segi keragaman bahasa (Q.S Ar-Rum:22). Semua itu ditunjukan agar manusia mengagungkan ayat-ayat Allah. Sehingga kepluralan itu bisa dan harus disatukan dengan ikatan aqidah dan diatur dengan syariat islam yang mulia.

Lain halnya dengan pluralisme, embel-embel isme sudah pasti mengandung pemahaman tertentu. Pluralisme adalah paham yang menggap semua agama, ajaran ideologi benar. Jadi mau Islam, Kristen, Hindu, Budha atau yang lainya sama saja. Kita bebas melilih, hingga berpindah agama karena dimanapun kita berada tak ada bedanya.

Islam memang mengakui adanya agam lain, tapi tidak membenarkanya sebagaimana Allah SWT telah berfirman QS Ali Imran:19; `sesunguhnya agama yang diridhoi disisi Allah hanyalah Islam` dan QS Ali Imran:85; `Barang siapa mencari agama selain islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya.

Dengan demikian, pluralisme jelas-jelas bertentengan dengan firman Allah tersebut. Jadi, sudah selayaknya kita tidak mengadopsi paham ini. Apalagi mengamalkanya.

Bentuk penolakanya adakalnya terlihat dari deretan pertanyaan yang dilontarkan kepada nara sumber; Jika memang ada keselamatan di dalam agama lain, kenapa masih menganut agama Islam?, jika semua agama benar. Berarti boleh dong melakukan upacara—Jumat di Mesjid, Sabtu di Sinagog dan Minggu di Gereja?, bila semua agama mengajarkan kebaikan. Boleh ya kita mengikuti perayaan agama lain. Misalnya, Natanal, Waisakan, Imlekan, Nyepian, dan Maulid Nabian?

Menara Gading SPL
Menilik persoalan pelik itu,Smestinya kita mengamini hasil penelitian Lembaga Penelitian (Lemlit) UIN Jakarta dan Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci) 2005 tentang kesalehan beragama di Kampus Umum. Perguruan Tinggi; Universitas Indonesia Depok (UI Depok), Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Univeritas Islam Negeri (UIN) Jakarta.

Peningkatan kesalehan juga terjadi di lingkungan kampus yang di anggap makin “sekluer” tersebut. Tentunya, mengejutkan bagi sebagian orang, sekaligus utamanya dikalangan muslim progresif.

Kecenderungan ini terlihat dari makin meningkatnya jumlah kader organisasi Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di sejumlah kampus Islam seperti UIN/IAIN. Sukses mereka di kampus-kampus umum rupanya menjadi inspirasi bagi berkembangnya di kampus-kampus Islam. Termasuk kampus umum

Lain halnya, dengan organisasi berbasis muslim moderat seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam dan Ikatan Mahasiswa Muhamadiyyah (IMM), sebaliknya terus menuai kebangkrutan. Meski di beberapa tempat kini masih dominan, namun dalam jangka menengah posisi mereka bakal terus tersingkir dan kurang dilirik. (Syirah, 19/03)

Membumikan SPL
Kehadiran JarIK (Jaringan Islam Kampus) diharapkan menjadi alternatif atas persoalan keagamaan tersebut, kata Asep Gunawaan saat membuka Pelatihan Besic di LEC (Local Education Center) Cicalengka (25-27/05).

Momentum pelaihan ini harus dimanfaatkan sedemikian rupa. Sehingga cita-cita luhur itu dapat tercapai, jelasnya.

Adakah jaminan dengan disemarakanya pelbagai acara seminar, pelatihan dan publikasi di tingkatan mahasiswa. Terlebih lagi hanya bersifat wacana semata dan ruang lingkupnya pula hanya sekira anggota JarIK.

Tentu jawabanya, tidak ada. Salah satu jalanya dengan mengalih bahasa ketiga paham—dari barat itu menjadi ramah di kalangan kampus islam. Pasalnya, masih banyak dikalangan muslim tertentu segala sesuatu yang berasal dari barat harus ditotak. Karena kafir.

Nah, mensiasatinya dengan penggunaan bahasa Arab. Sebab adakalanya sesuatu yang besumber dari Timur Tengah adalah muslim.

Selain itu, perangkat-perangkat yang menunjang atas pemahaman SPL pula harus terus digencarkan melalui pengadaan Diskusi tentang HAM (Hak Asasi Manusia), Gender, dan Demokrasi. Sehingga isu-isu ketiga jargon itu dapat di kenal dikalangan mahasiswa sekalipun pelajar.

Bila perbuatan ini tak terjadi, maka tinggal tunggu kematian SPL saat tabung lonceng fundamentalisme kian mengakar. [Ibn Ghifarie]

Cag Rampes, Pojok LEC (25/05;17.27 wib) dan Auditorium UIN 28/05; 13.19 wib
×
Berita Terbaru Update