-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Suhuf (8)

Wednesday, June 20, 2007 | June 20, 2007 WIB Last Updated 2008-01-30T20:12:29Z
Surat Terbuka Buat Rektor Baru UIN SGD Bandung
Oleh Ibn Ghifarie

Gelombang aksi menuntut Rektor Baru, Prof Dr H Nanat Fatah Natsir, M. S supaya menandatangagi MoU (Nota Kesepakatan Kerjasama) terus bergejolak. Salah satunya Aliansi Mahasiswa Peduli Kampus (AMPK) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Bandung, Jum’at (15/6/07) melakukan demo didepan kampus UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung dari mulai pukul 13.00 dan berakhir pukul 15.30 WIB.

Mereka menuntut pembenahan kampus yang diduga carut marut. “ Kami mempunyai delapan tuntutan kepada pihak rektorat dan senat. Pertama benahi supra struktur dan infrastruktur UIN SGD yang carut marut. Kedua, hapuskan kebijakan pungutan dana praktikum. Ketiga, benahi fasilitas kampus dan lengkapi perpustakaan kampus. Keempat, selesaikan berbagai permasalahan di fakultas psikologi.

Kelima, tinjau kembali kinerja dan rekrutasi dosen dan asisten dosen . Keenam, Libatkan mahasiswa dalam setiap pengambilan kebijakan kampus. Ketujuh, benahi gedung fasilitas pementasan dan lahan parkir. Kedelapan pengelolaan dana iqomah dan yayasan agar dilakukan secara transparansi dan junjung tinggi kebebasan pers mahasiswa dan kebebasan intelektual mahasiwa” Kata Syaeful Malik, Ketua AMPK. ( www.opinimasyarakat.com).

Hal senada juga disampaikan oleh sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) UIN SGD Bandung pun melakukan hal yang sama. Mereka mengajukan kriteria bakal calon dan calon Rektor sebagai berikut; (1) Tidak terindikasi telah, sedang dan atau akan melakukan korupsi. (2) Tidak terlibat skandal gelar. (3) Siap menghapus praktek KKN di Kampus. (4) Siap menghapus paham Sepilis (Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme-red). (5) Siapa melibatkan mahasiswa dalam mengambil kebijakan yang berdampak terhadap mahasiswa. (6) Bersedia melakukan transparansi terhadap setiap pemungutan yang telah dilakukan kepada mahasiswa seperti poliklinik, Ikomah, praktikum dengan sejelas-jelasnya. (7) Siap melakukan kontrak politik dengan mahasiswa, paparnya.

`Setiap pemimpin pasti diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinaya itu. Demi terciptanya stabilitas kampus besar harapan kami seluruh anggota senat dapat memperhatikannya,`jelasnya. (www.uinsgd.ac.id)

Selang beberapa hari, lagi Aliansi Mahasiswa UIN SGD Bandung; gabungan dari UKM (Unit kegiatan Mahasiswa) dan HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) melakukan aksi serupa (18-19/06). Beberapa tuntutan mereka antara lain tentang fasilitas gedung yang ada di kampus, uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), dan dana praktikum.

Kendati pemilihan orang nomer satu sudah dipilah pada saat pemilihan Rektor melalui senator (39 orang yang memiliki hak suara), jumat (15/06) yang dimenangkan oleh Nanat Fatah Natsir (Rektor saat ini) dengan mengalahkan kandidat lain diantaranya; Prof. Dr. Rahmat Syafi'ie (Pembantu Rektor I) dan Dr. Oyo Sunaryo, M.Ag. (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum).

Dari ketiga calon itu, Nanat masih menduduki kursi Rektor dengan mengantongi suara 28 orang. Rahmat, 11 orang dan Oyo tak mendapatkan suara sama sekali. (www.uinsgd.ac.id)

Tak Dilibatkan Mahasiswa Dalam Pemilihan Rektor
Maraknya demontrasi berawal dari ketidak ikut sertaan mahasiswa dalam pengambilan kebijakan. Terlebih lagi saat pemilihan Rektor periode 2007-2011 tiba.

`Kalau di perguruan tinggi lain seperti Unpad dan ITB, pemilihan rektor oleh senat sudah hal biasa. Bahkan, di Malaysia dan negara-negara Eropa pemilihan rektor oleh lima guru besar senior,` papar Prof. Drs. H. Pupuh Fathurrahman, Sekretaris Senat UIN SGD.

Bila waktu pemilihan rektor tahun 2004 lalu mekanismenya diserahkan kepada dosen dan mahasiswa, sehingga mereka ikut memilih rektor. “Kalau bicara demokratis, maka pemilihan rektor yang melibatkan dosen dan mahasiswa adalah demokratis. Tapi, sering terjadi konflik diantara dosen maupun mahasiswa karena masing-masing memiliki jago yang didukungnya,” jelasnya.

Padahal, mahasiswa bersifat sementara karena setiap tahun berubah jumlah baik mahasiswa baru maupun lama. “Mahasiswa bersifat temporer sehingga wajar Menag menetapkan pemilihan rektor UIN oleh senat universitas,” tambahnya. (Pikiran Rakyat, 17/04)

Adalah ketidak terlibatanya kaum pelajar dalam mengambil segala bebijakan harus berujung pada aksi ricuh. Pasalnya, Nanat Fatah Natsir, tetap tak temui mahasiswa. Tak ayal lagi, pelemparan air mineral, pelemparan telur busuk, pembubuhan cap tangan pada kaca dan dinding Al-Jamiah, pembakaran ban tak terhindarkan lagi.
Inilah bentuk protes mahasiswa. Tentunya, karena pihak rektorat tak bersedia menandatangani kontrak politik dengan mahasiswa.

Ironis memang. Di tengah-tengan derasnya arus demokrasi dan otonomi daerah. Maka dalam pemilihan pemimpin pula mestinya memakai sistem langsung dengan jargon dari, oleh dan untuk rakyat. Tengok saja, saat pemilihan Pilpres (pemilihan Presiden dan Wakil Presiden), Gubernur, Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah).

Kini, UIN malah melanggengkan budaya perwakilan. Hingga membandingkan dengan Unpad dan ITB dalam pemilihan Rektor yang kadung memakai sistem senator.

Alih-alih statuta UIN SGD (Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No 06 tahun 2006 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung) Pun harus menjadi dalih atas ketidak terlibatan mahaiswa, dosen pada hajatan akbar tersebut.

Padalah pendidik dan anak didik merupakan pilar-pilar demokrasi. Bila sisitem ini yang diterapkan, maka apa yang terjadi. Seolah-olah demokrasi terpinpin terjadi dikampus islam ini.

Di sadari atau tidak salah satu bukti dari pincangnya unsur-unsur demokrasi persoalan pemilihan Dekan Fakultas Psikologi pula harus menuai badai. Drs. H. Endin Nasruddin, M.Psi untuk turun dari jabatanya. Pasalnya, Ia telah melakukan `perbuatan ganjil` berkenaan dengan izasahnya. Semula berembel-embel M.S.I dalam namanya. Kini, malah beralih menjadi M.Psi.

Meski sampai saat ini kasus plagiat gelar Dekan Psikologi harus rela terkubur dan entah dimana rimbanya. Yang jelas orang nomer satu di Fakultas Psikologi masih menduduki jabatan tersebut.

Sekali Lagi, Libatkan Mahasiswa
Bila bercermin pada pemilihan Rektor sebelumnya (periode 2003-2007) seluruh unsur civitas akademika dilibatkan dalam pesta demokrasi tersebut. Mahasiswa semester V, VII berhak memilih dan menentukan pilihanya. Siapa yang akan memimpin mereka di tingkatan Jurusan, Dekanat dan Rektorat.

Bukan malah sebaliknya. Kini, tidak lagi. Semuanya diserahkan pada senator yang berjumlah 47 orang.

Dengan demikian, masuknya kaum intelek pada jajaran senator atau dikembalikan lagi pada sisitem semula (masih IAIN) akan menambah meriah proses demokratisasi kampus.
Mudah-mudahan dengan terpilihnya Rektor baru dan tinggal menunggu ketuk palu dari pusat. Para pemimpin dapat mendengarkan asfirasi masyarakat kampus.

Tentunya, dengan tidak adanya aksi brutal, tapi segala persoalan diselesaikan dengan cara dialog. Karena diskusi dan pengambilan musyawarah secara mufakat merupakan petanda orang beradab, bukan biadab. Semoga.

Cag Rampes,Pojok Sekre Kere,19/06;23.25 wib
×
Berita Terbaru Update