-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Suhuf (11)

Wednesday, July 04, 2007 | July 04, 2007 WIB Last Updated 2008-01-30T20:46:45Z
Buah Simalakama Itu Bernama Kemiskinan dan Ketidakadilan
Oleh Ibn Ghifarie

Maraknya aksi terang-terangan yang dilakukan oleh gerakan separatis di Indonesia Timur membuat kebakaran jenggot pemerintahan SBY-JK. Betapa tidak, tragedi pengibaran bendera RMS (Republik Maluku Selatan) di Lapangan Merdeka, Ambon saat peringatan Harganas (Hari Keluarga Nasional) Ke-14, jumat (29/06) oleh 25 pemuda Maluku yang membawakan tarian perang Cakalele dengan perlengkapan tari berupa golok dan tombak hingga 30 meter lurus di hadapan Presiden.

Selang dua hari peristiwa serupa pun terjadi di penjara Abepura, para napi politik Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang mendekam di situ mengibarkan bendera Bintang Kejora di atas atap penjara dengan gampang.

Kehadiran gerakan konservatif itu bukan kali pertama. Sejak awal kemerdekaan kelompok-kelompok anti Indonesia acapkali terjadi dan setiap itu pula keberadaan mereka sering dianggap sebagai kejahatan sebagai kejahatan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, harus dilawan sekuat tenaga dan dengan segala cara.

Tengoklah, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) terhadap para penguasa. Hingga bisa meredam di atas nota kesepakatan kerjasama (MOU) Helsingky.

Pencopotan Petinggi Tak Menjadi Solusi Arif

Tak pelak, pencopotan para petinggi Kodam Patimura, Kapolda, Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah) beserta jajaranya dan Gubernur Maluku bersama istrinya, selaku panitia penyelanggara.

Kendati belum ada keterangan dari Mabes TNI mengenai siapa pejabat keamanan yang akan dicopot. Yang pasti, Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto menyatakan akan memberikan sanksi kepada anak buahnya yang mengakibatkan acara di Maluku tersebut kecolongan.

Gubernur Karel Albert Ralahalu akan dimintai keterangan oleh DPRD Maluku hari ini. Menurut Ketua DPRD Richard Louhenapessy, pihaknya juga akan mendengar keterangan dari panitia penyelenggara serta aparat keamanan.

"Inti rapat bersama itu, dewan menanyakan mengapa sampai terjadi insiden tersebut dan berbagai isu yang berkembang pascainsiden. Termasuk, seputar keterlibatan As I Sekda Maluku dan sejumlah kepala desa dalam insiden tersebut," ungkapnya. (Jawa Pos, 03/07)

Benarkah dengan dilepas jabatan para petinggi di Maluku dan Papua dapat menyelesaikan persoalan pelik itu. Tentu jawabanya tidak. Malahan akan memperburuk keadaan kinerja pemerintah di tengah-tengah kritis kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin.

Sekali lagi, pencopotan para penguasa eselon I ini malah akan memperburuk keadaan bumi pertiwi. Terlebih lagi bagi BIN (Badan Intelejan Nasional). Kehadiran badan ini dapat mendetekti gelombang karut-marut aksi para kelompok anti pancasila. Bukan malah sebaliknya. Membidani gelongan tertentu. Ironis memang.

Inilah bangsa Indonesia. Semuanya serba instan. Penyelesaian pelbagai permasalahan pula serba dadakan dan bersifar reaksioner. Sudah tentu tak ada pendeteksian sejak dini terhadap aliran-aliran ganjil tersebut.

Kemiskinan dan Ketidak Adilan Menjadi Buah Simalakama.

Berkenaan dengan peristiwa memalukan sekaligus tamparan bagi pemerintah itu, akar persoalnya bukah hanya pada persoalan kuatnya kaderisasi dan ikut campur negara-negara lain guna memperburuk keadaan Indonesia. Yang jelas Indonesia sedang diambang ke hancuran dan tinggal menunggu waktunya.

Adalah kemiskinan dan ketidakadilan menjadi pemicu keberadaan tragedi demi tragedi tersebut. Terlebih lagi, pemerataan pembangunan hanya bersifat jawa sentries. Di luar kepulauan Jawa sarana dan prasarana sangat nimim sekali.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data yang membesarkan hati. Survei terbaru BPS menunjukkan penurunan jumlah orang miskin di Indonesia sebesar lebih dari satu persen, yaitu dari 39,30 juta orang miskin pada Maret 2006 (17,75%) menjadi 37,17 juta (orang miskin) pada Maret 2007 (16,58%). Penurunan jumlah orang miskin ini semakin nyata karena terjadi pada saat angka garis kemiskinan dinaikkan sebesar 9,6%. Yaitu dari Rp151.997 per kapita per bulan (Maret 2006) menjadi Rp166.697 per kapita per bulan (Maret 2007).

Bagi kalangan pengamat, angka tentang jumlah orang miskin ini bertentangan sangat kuat dengan realitas. ''Rasanya hidup semakin sulit, pendapatan merosot, pengangguran bertambah, sektor riil tidak berkembang, program untuk orang miskin dikurangi dan banyak salah sasaran, harga barang kebutuhan pokok melonjak, kok jumlah orang miskin justru berkurang,'' begitulah pikiran di kalangan pengamat yang kurang percaya.

Setiap kali BPS mengeluarkan data tentang jumlah orang miskin, selalu saja muncul kecurigaan. Bila angka kemiskinan naik, marah. Jika angka kemiskinan turun, juga marah. Bila kemiskinan naik, yang marah pemerintah. Bila kemiskinan turun, yang kecewa dan curiga adalah kelompok yang kritis terhadap pemerintah atau oposisi. (Editorial, 04/07)

Sejatinya pemerataan pembanguna dan perbaikan perekonomi harus menjadi skala prioritas dengan komitmen yang kuat dan terus-menerus dipenghujung pemerintahan SBY-JK ini. Bukan malas sibuk mencari kambing hitam atas perbuatan memelukan tersebut.

Namun, tak hanya pemerintaha saja yang terlibat dalam meminilalisir kejadian anti NKRI itu, tapi masyarakat pula harus ikut andil dalam mewujudkan bangsa mandiri. Yakni dengan cara membuka lapangan kerja.

Cag Rampes, Pojok Sekre Kere 30/06;23.35 wib dan 04/07;06.42 wib
×
Berita Terbaru Update