-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Suhuf (5)

Thursday, December 20, 2007 | December 20, 2007 WIB Last Updated 2008-01-30T20:21:05Z
Haji Tersandung Pondokan
Oleh Ibn Ghifarie

Seakan-akan penyelenggaraan haji selalu menuai badai kontroversi. Betapa tidak, bila tempo dulu, sebagian umat islam mempertaruhkan nyawa guna melaksanakan pelbagai rukun dan syarat haji. Meski rela saling berdesakan dengan semua umat dari penjuru dunia. Hingga menyandang gelar haji mabrur.

Kuatnya pemahaman sebagian masyarakat bila meninggal di Tanah Suci dalam mencari ridha Allah sekaligus di makamkan disana merupakan cita-cita mulia, bahkan lebih baik mati di tanah para nabi daripada meninggal di kampong kelahirannya.

Kini,kontroversi pelaksanaan Rukun Islam kelima itu terulang kembali. Pasalnya, ratusan ribu jemaah Indonesia tidak mendapatkan Pondokan yang layak dan jauh dari Mesjidil Haram.

Kata Mereka
Salah seorang calon haji asal Embarkassi Solo, Jawa Tengah, Masronah, mengungkapkan, pelayanan haji tahun ini lebih buruk bila dibandingkan sepuluh tahun lalu. Itu terutama fasilitas tempat tinggal dan ketersediaan air yang terbatas. Hhal senada juga disampaikan suami Masronah yang juga sedang menunaikan ibadah haji di Mekkah.

Berbeda dengan Masronah, Masniah, calon haji kloter 12 Embarkasi Banjarmasin kali ini tinggal di pemondokan yang cukup baik. Namun, dia mengeluhkan tidak adanya pengawalan dalam perjalan dari pemondokan menuju tempat ibadah bagi para jamaah. Akibatnya, banyak jamaah yang tersesat, terlebih jarak pemondokan yang jauh sekitar 1,5 kilometer. (Metro TV, 08/12).

Wajah Murah Haji Asal Indonesia
Masih segar dalam ingatan kita, dipenghujung tahun 2006 jemaah haji asal Indonesia kelaparan saat melakukan wukuf di Padang Arafah hingga keberangkatan mereka ke Mina untuk melempar jumrah. Selama lebih dari 30 jam, sebanyak 189 ribu jemaah sejak Kamis sampai Sabtu (28-30/12) terpaksa menahan lapar karena ransum makanan tidak datang.

Ironisnya lagi, peristiwa naas itu berawal dari tiadan pasokan makanan. Perusahaan katering Ana for Development Est pun menjadi kambing hitam. Bukannya saling berbenah diri soal manejemen kehajian kita, malah saling menyalahkan. Mengerikan bukan?
Bara Itu Bernama Surat Izin
Kini, musibah kekurangan pondokan pun menimpa jemaah haji. Konon, bencana itu berawal dari susahnya pembuatan izin pondokan berakibat patal pada tempat peristurahana itu, kata Gatot Abdullah Mansyur, Konjen (Konsulat Jenderal) RI di Arab Saudi.

Hanya sekitar 70% yang bisa ditampung pada pemondokan atau hotel di markaziyah yang dekat Masjidil Haram.Sementara dua sampai tiga kloter terpaksa ditempatkan di luar markaziyah dengan menempatirumah berukuran sedang.”Sebenarnya, pondokan haji didekat markaziyah bagus danbesar-besar, tetapi izinnyabanyak yang tidak keluar daripemerintah setempat karenaterbentur peraturan baru yangmengikat, seperti mengharuskanpemasangan alat pemadamkebakaran dan pintu darurat,”jelasnya.

Tidak keluarnya izin tersebut,tambahnya, karena banyak pemilik pondokan yang lalai mengurus izin fasilita sseperti yang disyaratkan. Hal ini berbeda dengan pemondokandi Jeddah yang peralatan dan fasilitasnya cukup lengkap dan memadai.

Akibatnya, panitia kesulitan menempatkan jamaah di markaziyah.Sedangkan untuk di Mekkah,sejak awal memang diprogramkan untuk tidak terjadi pemadatan pemondokan.”Konsekuensinya, lokasi pemondokan agak menjauh tidak seperti tahun-tahun sebelumnya,”

Setelah banyak hotel kolapsdi Mekkah pada 2005, tandasnya, izin untuk hotel dan pemondokan lebih diperketat.Imbasnya, dari tahun lalu sampaisekarang fasilitas pemondokandi Mekkah semakin menurun. (Seputar Indonesia, 03/12)

Kala Haji Jadi Petaka
Dengan demikian, terjadinya malapetaka itu dapat memalukan martabat bangsa Indonesia dalam mengelola rukun islam kelima tersebut. Padahal, tak sedikit uang yang harus dikekuarkan oleh setiap jemaah haji. Sampai-sampai orang lain beranggapan ongkos naik Bumi Pertiwi lebih mahal bila dibandingkan dengan negara tetangga.

Sudah tentu, melambungnya harga haji harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai, bukan malah prosesi ibadah itu dijadikan sebagai ajang bisnis tahunan pemerintah. Demi merauk keuntungan sesaat.

Terlebih lagi, berkenaan dengan Pemondokan. Sebab jauhnya tempat istirahat selain berakibat tak afdhlnya sekaligus berpeluang banyak untuk tidak menjalankan perintah Tuhan guna meraih kebahagian hakiki kelak. Nyatanya, pemondokan dapat menjauhkan diri kita kepada Sang Khalik.

Walhasil, terjadinya kelaparan, kejauhan pemondokan itu menandakan pemerintah tak becus mengelola ibadah haji dengan baik. Tawaran harga rendah dan berjauhan pun menjadi tumpuan pejabat lalim tersebut. Meski menuai kontroversi sekaligus menjadi objek bagi pemodal guna memperlakukan semena-mena. Haruskah, kelahir menejemen haji dibayar mahal dengan kelaparan dan pemondokan? [Ibn Ghifarie]

Cag Rampes, Pojok Sekre Kere,13/12/07;23.45 wib
×
Berita Terbaru Update