Indonesia; Negeri ‘Kurang Gizi’
Oleh Ibn Ghifarie
Oleh Ibn Ghifarie
Di tengah-tengah upaya memerangi gizi buruk dan busung lapar dipelbagai dasa tertinggal. Kini, satu-satunya makanan pokok orang serba pas-pasan—tahu dan tempe. Kian hari kian susah ditemukan.
Pasalnya, meroketnya kacang sebagai bahan pokok makana orang pingiran itu, membuat pedagang dan pengrajin pengganti makanan hewani harus rela merugi, hingga gulung tikar. Mengerikan bukan?
Kalaupun memang ada harga kedua makanan itu bisa meroket tajam hingga selangit atau boleh jadi pengganjal perut itu malan lebih sedikit ukurannya.
Merosotnya omset tahu dan tempe ini membuat para pedagang melakukan aksi. Sekira Sekitar 400 pedagang tahu dan tempe yang terbagung dalam Primkopti daerah Bekasi, Jakarta, Bogor, Depok dan Tangerang mendatangi Gedung Dewan. Mereka memprotes pemerintah yang gagal menstabilkan harga kedelai. Senin (14/01)
Mereka menilai harga kedelai saat ini sudah diambang batas toleransi. Kenaikan harga kedelai dari Rp 3.500 menjadi Rp 7.500 per kilogram dalam empat bulan terakhir sangat tidak wajar dan memberatkan produsen makanan rakyat kecil (Metro TV, 14/01)
Masih hangat dalam benak kita, konvensi minyakl tanah ke migas membuat wong cilik kelabakan. Kuranya pasokan minyak tanah membuat pedagang dan pengrajin tahu dan tempe mengurangi karyawannya.
Asal tau saja, podak tempe telah menjadi hak milik kekayaan makanan khas Jepang, beberapa tahun silam. Haruskah makanan tahu pun mengikuti jejak tempe. Ya menjadi milik negara lain? Entahlah.
Cag Rampes, Pojok Sekre Kere, 14/01/08;15.23 wib
Masih hangat dalam benak kita, konvensi minyakl tanah ke migas membuat wong cilik kelabakan. Kuranya pasokan minyak tanah membuat pedagang dan pengrajin tahu dan tempe mengurangi karyawannya.
Asal tau saja, podak tempe telah menjadi hak milik kekayaan makanan khas Jepang, beberapa tahun silam. Haruskah makanan tahu pun mengikuti jejak tempe. Ya menjadi milik negara lain? Entahlah.
Cag Rampes, Pojok Sekre Kere, 14/01/08;15.23 wib