-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Mushaf (13)

Monday, March 08, 2010 | March 08, 2010 WIB Last Updated 2010-03-09T04:27:05Z
Imlek dan Kearifan Alam
Oleh IBN GHIFARIE
(Artikel ini dimuat pada Podium Tribun Forum Tribun Jawa Barat, edisi Sabtu 13 Februari 2010)

Harus diakui kerusakan alam (banjir, longsor, kekeringan, badai) yang terus mendera Jawa Barat ini diakibatkan ulah lalim manusia.

Betapa tidak, kuatnya sikap serakah dan perilaku jahil yang tertanam dalam sanubari kita membuat alam murka sekaligus unjuk kekuatan.

Tibanya musim penghujan malah menjadi petaka yang tak bisa terelakan. Karena kita seriang alfa mensyukuri segala pemberian (anugrah) dari Tuhan ini. Ironis memang.

Saat pergantian Hari Raya Tahun China (Xin Nian) pun kerap diwarnai hujan (musim dingin). Mampukah kehadiran Imlek (1 Imlek 1561) dengan sio Macan yang jatuh pada tanggal 14 Februari 2010 dapat memberikan keselarasan, keseimbangan, keharmonisan antara manusia dengan alam supaya lebih arif?

Semangat Kongzi
Adalah Kongzi, Khongcu atau Confucius hidup pada jaman Dinasti Zhou (551-479 sM). Kala itu, ia menganjurkan agar Dinasti Zhou kembali menggunakan Kalender Xia, sebab tahun barunya jatuh pada musim semi, sehingga cocok dijadikan pedoman bercocok tanam.

Namun nasihat ini baru dilaksanakan Han Wu Di dari Dinasti Han (140-86 sM) pada 104 sM. Semenjak itulah Kalender Xia dipakai. Kini dikenal dengan sebagai Kalender Imlek.

Upaya penghormatan kepada Kongzi, perhitungan tahun pertama Kalender Imlek ditetapkan oleh Han Wu Di dihitung sejak kelahiran Kongzi, yaitu sejak tahun 551 SM. Itulah sebabnya Kalender Imlek lebih awal 551 tahun ketimbang Kalender Masehi. Jika sekarang Kalender Masehi bertahunkan 2010, maka Kalender Imlek bertahunkan 2010+551=2561.

Pada saat bersamaan agama Khonghucu (Ru Jiao) ditetapkan Han Wu Di sebagai agama negara. Sejak saat itu penanggalan Imlek juga dikenal sebagai Kongli (Penanggalan Kongzi).

Kebaikan Nabi Kongzi tu, termaktub dalam Kitab Tiong Yong (XXX : 4) /Zhong Yong, “Maka gema namanya meliput seluruh Tiongkok, terberita sampai ke tempat Bangsa Ban/Man, dan Bek/Mo, sampai kemana saja perahu dan kereta dapat mencapainya, tenaga manusia dapat menempuhnya, yang dinaungi langit, yang didukung bumi, yang disinari matahari dan bulan, yang ditimpa salju dan embun, semua makhluk yang berdarah dan bernafas, tiada yang tidak menjunjung dan mencintaiNya.” (www.matakin-indonesia.org)

Keselarasan
Umat Khonghucu menyakini manusia adalah pemberian dari langit. Seperti ditulis Tho Thi Anh (1984) Konfucius menyatakan "Apa yang diberikan langit adalah apa yang kita sebut kodrat manusia. Memenuhi hukum dari kodrat manusia yang kita sebut hukum moral. Memalihara hukum moral itulah yang disebut pembudayaan"

Menurut Bagus Takwin (2001) Hukum kodrat manusia dan peraturan moral yang diterapkan pada manusia tidak terpisahkan dari alam semesta. Ibarat hukum yang mengatur pergantian musim dan pengaturan proses alam yang lain manusia harus mengikutinya.

Dengan demikian, manusia merupakan fungsi dari alam. Tentu segala aktivitas dalam keseharianya harus meruju pada alam. Alam adalah baik dan dapat mengatur dirinya sendiri. Bila terjadi kekacauan dapat dipastikan akibat ulah manusia.

Ingat, alam telah menyediakn aturan-aturan bagi bekerjanya alam dan perilaku manusia sebagai bagian dari alam. Jika manusia mengikuti aturan itu, maka tidak akan terjadi kekacauan dan dapat mempertahankan posisinya yang baik di dunia serta terhindar dari segala mara bahaya.

Apalagi, saat meruju pada Dao (Tao) manusia harus mempertahankan keseimbangan dirinya dan alam. Pasalnya, tujuan manusia adalah keharmonisan baik dengan alam maupun dengan sesama manusia.

Kemunculan Tai Ji (Tai Ci) yang terpaut unsur Ying dan Yang akan membuat alam seimbang dan harmonis.

Kiranya, kita harus belajar soal keharomisan alam pada komunitas Penghayat Sunda Wiwitan di Cigugur Kuningan. Masyarakat Cigugur meyakini seluruh alam beserta tanahnya merupakan pinjaman dari Hyang yang harus dikelola sebaik dan seadil mungkin secara bersama. Tentu, warga Sunda Wiwitan ini tak pernah merasakan kesulitan pangan (pakeuklik) yang sangat berarti; Banjir yang terus menghadang.

Pasalnya, mereka memegang kuat tradisi leluhurnya (karuhun) melalui "Syariah Sunda Wiwitan" dalam mengelola tanah pinjamannya; Pertama, Menanam 5 pohon, sebelum menebang 1 pohon. Kedua, Tidak bermukin di bagian Hulu (Mata Air). Ketiga, Tidak Bermukim di bantaran Sungai. Keempat, Dilarang menebang pohon di lereng Gunung (daerah Perbukitan). Kelima, Dilarang menebang pohon di hulu Sungai.

Aktivitas keseharian Penghayat ini membuktikan masyarakat lokal sangat menghargai dan menghormati alam, lingkungannya sebagai mitra sejajar kehidupan spiritual dan materi mereka. (Jurnal Perempuan 57)

Semoga tibanya tahun Macan ini dapat meredam kekacauan dunia dengan berangkat dari kebiasaan memelihara kearifan alam. Sebab ajaran Konfucius mengajarkan ke alam supaya bisa menyelaraskan manusia. Selamat Hari Raya Imlek 2561. Gong Xi Fa Cai.

IBN GHIFARIE, Pemerhati Kebebasan Beragama dan Alumnus Studi Agama-agama Universitas Islam Negeri SGD Bandung.
×
Berita Terbaru Update