-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Bom Bunuh Diri, Jihad Melawan Teror dan Indonesia Damai

Monday, May 17, 2021 | May 17, 2021 WIB Last Updated 2021-05-27T03:19:15Z


GHIFARIE-Hadirnya aksi bom terorisme di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, menjadi bukti nyata atas tumbuh suburnya gerakan terorisme di Indonesia.

Pasalnya, selama ketidakadilan, kemiskinan, ketidakberdayaan, ketidaksiapan pribadi (kelompok) dalam menghadapi segala persoalan keindonesiaan, kebangsaan, dan keislaman, yang kian merasuki segala aspek kehidupan, dapat dipastikan menjadi pemicu atas kemunculan radikalisme, terorisme, dan aksi bom bunuh diri ini.

Wajah Terorisme

Mengingat kehadiran terorisme tidak bisa dipisahkan dari berbagai penciptaan efek-efek ketakutan, panik, trauma pada musuh-musuh, dan masyarakat secara umum, untuk kepentingan politik pihak-pihak tertentu. 

Menurut Achmad Mubarok, paling tidak ada tiga ciri perbuatan terorisme; menyebarkan rasa takut kepada publik, menghancurkan infrastruktur publik, seperti gedung, jembatan alat transfortasi umum, menimbulkan korban tak berdosa dalam jumlah besar.

Dari segi pelaku terorsme itu ada empat; terorisme yang dilakukan oleh negara, launching by state, kelompok oposisi pemerintahan, penganut ideologi fanatik dari agama (aliran pemikiran), mereka yang sesungguhnya mengidap sakit mental. (Fathurin Zen, 2012:VII).

Dalam Muktamar Internasional al-Azhar untuk memerangi radikalisme dan terorisme pada bulan Desember 2014 menegaskan terorisme itu tidak mempunyai agama. Bila orang-orang itu memiliki metode aksi kekerasan dalam bentuk membunuh, menumpahkan darah, menghancurkan dan membuat kerusakan bagi orang muslin dan non-muslim. Dengan demikian mereka adalah musuh umat manusia.

Terorisme, ekstremitas, dan pengrusakan tidak punya agama dan tidak pula negara. Setiap orang yang menganut ideologi yang menebarkan teror kepada orang-orang yang hidup aman, serta merusak tumbuhan dan hewan adalah teroris.  

Islam tidak mengajarkan pemeluknya untuk merusak dan mengganggu keamanan hidup muslim maupun non-Muslim. Islam hadir untuk memberikan kemudahan dan rasa aman. Itulah sebabnya syariat Islam dinamai al-hanafiyah as-samhah karena mengandung unsur kemudahan dan pemudahan dalam segala perkara. Mudah, tengah-tengah dan moderat adalah sifat-sifat dan ciri terpenting dari ajaran Islam. (Syekh Ahmad ath-Thayyib et. al, 2016:202,206-207).

Dengan demikian, sangat sulit untuk menyebut  tindakan yang membolehkan membunuh, menumpahkan darah, menghancurkan dan membuat kerusakan bagi kemanusiaan, sebagai tindakan yang berpijak pada ajaran Islam ini.

Berjihad Melawan Teror

Apalagi dengan menghubungkan aksi terorisme itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari jihad. Padahal, terorisme sangat berbeda dengan jihad.

Ingat, terorisme dalam khazanah Islam sering disebut irhabiyah (takhwif) yang artinya menakut-nakuti dan membuat orang lain terbirit-birit. Dalam kamus al-mujam al-wasith dijelaskan para teroris tidak disebut dengan istilah mujahidun (orang yang berjihad) tetapi dengan istilah irhabiyun (para teroris). Para teroris adalah orang yang melakukan tindak kekerasan dan teror untuk mencapai tujuan politik.

Kamus al-munjid mendefinisikan terorisme merupakan orang yang terpaksa menggunakan teror untuk memperoleh kekuasaan. Meskipun defenisi terorisme tidak disepakati, tapi setidaknya dapat dikatakan, terorisme adalah femomena global yang dihadapi oleh berbagai generasi lintas zaman dan agama. Terorisme tidak berkaitan dengan agama (budaya) tertentu. Terorisme dapat muncul kapan saja, di mana saja dan dengan dalih agama apa saja.

Namun yang memperhatinkan belakangan ini seakan-akan terorisme identik dengan jihad, sehingga citra Islam di mata banyak kalangan Barat menjadi sangat negatif. Perlu ditegaskan kekerasan dan terorisme yang menyebabkan hilangnya nyawa warga sipil yang tidak bersalah dan berdosa, baik melalui agresi maupun cara bunuh diri adalah perbuatan yang diharamkan dalam Islam. Dengan demikian, terorisme bukanlah jihad, tetapi lebih tepatnya adalah berbuat kerusakan (fasad).

Berbuat kerusakan di muka bumi jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Allah berfirman:

“Dan bila dikatakan kepada mereka: ‘Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi’. Mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan’. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” (QS.al-baqarah [2]: 11-12).

Majmu al-Buhuts al-Fiqh al-Islami yang diselenggarakan di mekah tahun 2002 menyatakan radikalisme dan terorisme tidak mencerminkan jihad dalam Islam. Terorisme merupakan tindakan keji yang tidak menghormati nilai-nilai kemanusiaan. Barangsiapa memahami Al-Qur'an hadir dengan profesional dan benar maka tidak akan menemukan ajaran yang memerintahkan aksi-aksi teror. Dengan demikian tidaklah tepat menyamakan antara jihad dengan terorisme. (Irwan Masduqi, 2013:140-143).

Ibn Qayyim mengingatkan dan membedakan kepada kita tentang jihad; pertama, melawan musuh di medan perang, tapi tidak dibenarkan menyebarkan Islam dengan kekerasan; kedua, argumen, dan unjuk bukti kebenaran Islam; ketiga, penegakan akhlak, kedamaian dan keadilan dengan harta, ilmu dan jiwa secara berkesinambungan.

Bagi Ibn Qayyim, jihad bisa berarti membela Islam bagi keadilan, kejujuran, pemberantaskan kemiskinan dan kebodohan. Untuk itu, jihad sangat penting diberi arti dan fungsi bagi pendorong segala tindakan yang dilakukan secara ikhlas dengan mengorbankan harta bagi kemanusiaan universal dalam krisis ekonomi yang terus menajam di negeri ini. Inilah makna hadis yang menyatakan bahwa menahan nafsu diri adalah jihad yang lebih besar daripada perang melawan musuh yang terlihat. (Bilveer Singh & Abdul Munir Mulkan, 2012:83).

Dengan demikian, segala bentuk tindakan radikalisme, terorisme dan aski bom bunuh dirinya yang melukai hati nurani dan kemanusiaan itu bukan hanya persoalan pemahaman atas penafsiran teks-teks agama tentang jihad, tetapi bermotifkan ekonomi, kemiskinan, politik, untuk bertahan hidup dengan mengatasnamakan dalih agama.

Penanggulangan radikalisme, terorisme bukanlah persoalan sederhana, tetapi dibutuhkan usaha yang sistemik dan kerja sama banyak pihak. Salah satu upaya berjihad melawan teroris yang harus segera dilakukan adalah menjelaskan ajaran Islam secara benar dan objektif pada satu pihak, dan meluruskan sejumlah kesalahpahaman dalam memaknai konsep-konsep Islam (jihad, khilafah, hakimiyah, jahiliyah, takfiri) yang dijadikan pijakan oleh para pelaku terror ini.

Kiranya ajakan Abdul Hayyi 'Izb Abdul 'Al, Rektor Universitas al-Azhar untuk memerangi terorisme ini perlu kita dukung secara bersma-sama.

"Seluruh dunia diharapkan untuk bersama-sama memboikot dan memerangi terorisme dan ekstremitas, dan tidak membiarkan hal itu dilakukan oleh negara tertntu, karena terorisme adalah musuh bersama bagi dunia."

Ibn Ghifarie, Pegiat kajian agama dan media di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung

×
Berita Terbaru Update