-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Nukilan (17)

Wednesday, October 04, 2006 | October 04, 2006 WIB Last Updated 2006-10-04T07:40:44Z

Oleh-oleh Isra Mikraj Itu Bernama Sholat

Oleh Ibn Ghifarie

HARI ini umat Islam di seluruh dunia memperingati Isra Mikraj. Yakni memperingati perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Dari Masjidil Aqsa perjalanan kemudian dilanjutkan ke Sidratul Muntaha.
Perjalanan Nabi yang dilakukan sekitar 1385 tahun yang lalu itu masih relevan hingga hari ini. Relevan karena dari perjalanan itu, Nabi mendapatkan perintah Allah SWT agar kaum muslim menjalankan ibadah salat wajib, lima kali sehari. Dan perintah itu terus dijalankan kaum muslim di seluruh dunia hingga hari ini.

Memperingati Isra Mikraj adalah memperingati eksistensi salat. Itu bermakna memperingati sebuah ritual yang mengandung dua dimensi sekaligus. Yakni dimensi vertikal, hubungan manusia dengan sang Khalik atau hablum minallah dan dimensi horizontal, hubungan manusia dengan manusia atau hablum minannas.

Karena itu, adalah bijak bila pada setiap peringatan Isra Mikraj, kita memaknainya dengan melakukan introspeksi. Introspeksi mengenai sesuatu yang telah kita capai dalam menjalankan ibadah salat. Apakah salat kita telah berhasil membuat kita menjadi insan yang kian bertakwa terhadap Allah SWT? Apakah salat kita telah mampu membuat kita semakin peduli terhadap sesama? (Media Indonesia, 20/08).

Namun, sayang masih banyak sebagaian besar umat islam malah semarak dan terlena dengan pelbagai kegiatan ritual dalam menyambut hari yang mulia tersebut. Sebut saja dengan mengadakan perlombaan dan menggelar Tabligh Akbat dengan mengundang Dai kondang luar daerah bagi yang tinggal di pedesaan sebagai contoh. Bahkan yang lebih mengerikan lagi, ada sekelompok masyarakat memaknai peristiwa agung itu dengan tidak melaksanakan sholat secara formal (5 waktu), tapi cukup dengan niat semata. Pasalnya mereka berpendapat bahwa perjalanan dari masjid haram ke aqsa itu hanya membuahkan 'oleh-oleh' shalat semata.
Terlalu jauh, bila mestinya shalat dapat meningkatkan kesalehan kita kepada sang Khalik.

sudah tentu, kesalehan kita kepada sesama manusia dan mahluk Tuhan pun harus menjadi prioritas utama. Artinya peristiwa Isra Mikraj itu mengajarkan kita tentang upaya menciptakan keseimbangan di antara kedua kesolehan tersebut.

Dengan demikian, wajar bila acapkali bangsa indonesia ini terus-terusan di timpa musibah. Mulai dari gempa dan Tsunami jilid I di Aceh dan sekitarnya (26/12/04) sampai jilid II di Pangandaran dan sekiratnya (17/06/06). Meskipun sebagain besar penduduknya beragama islam. Bisa saja, peringatan 27 Rajab itu atau akrab dengan sebutan Rajaban, hanya sebatas khazanah islam klasik yang tersimpan di ruang perpustakan. Di tambah lagi, dengan adanya prinsip ’buah tangan’ kalau suka kita makan dan nikmati, tapi bila tidak suka, maka kita tinggalkan secara bersama-sama. Begitupun dalam meyambut Isra Mikjar. Ya salah siapa memaknai rajaban itu hanya menghasilkan shalat saja. Entahlah [Ibn ghifarie]

Cag Rampes, Pojok Kamar Sepi, 20/08;21.24 wib

×
Berita Terbaru Update